Saat membaca, saya berusaha menggambarkannya di kepala saya seperti sebuah film. Jika dunia ini penuh dengan teks atau tulisan, Anda akan mendapatkan gambar atau visual yang luar biasa. Saya kira setiap orang memiliki jiwa sutradara sehingga mereka dapat memvisualkan teks-teks itu. John Kahrs
Saat menunggu kereta, perhatian George tertuju pada Meg yang berlari-lari mengejar sehelai kertas yang terbang. Tak disangka, kertas yang dibawanya di dalam map/folder pun tertiup angin kereta dan mendarat dengan mulus di wajah Meg yang telah berhasil mendapatkan kembali kertasnya. Meg tertawa dan tersenyum manis saat melihat kertas George. Ada apa? Dan George pun mencari tahu, ternyata cap bibir Meg menempel pada kertas George. Warna merah lipstiknya terlihat jelas di sana. George ikut tertawa, namun sirna saat melihat Meg sudah menaiki kereta yang akan membawanya ke tempat kerja. Mereka saling memandang untuk terakhir kalinya. George adalah pegawai di sebuah kantor di New York, berada di sebuah ruangan yang letaknya berpuluh tingkat di sebuah gedung pencakar langit, pada tahun 1940-an. Pekerjaannya berurusan dengan banyak kertas. Di belakang meja, dirinya memandang kertas yang terdapat cap bibir Meg. Meski hanya bertemu sesaat, ia tampak jatuh hati pada Meg. Angin pun berhembus dan menerbangkan kertasnya kembali keluar. Beruntung, George berhasil mendapatkannya sebelum terbang keluar jendela. Di sinilah George melihat Meg berada di gedung seberang, sedang menjalani sesi wawancara. Untuk menarik perhatian Meg bahwa ia ada di gedung seberang, George pun mulai membuat pesawat kertas dengan melipat kertas-kertas yang harusnya menjadi pekerjaannya. Satu persatu pesawat kertas itu diterbangkan dengan harapan sampai di ruangan dimana Meg berada dan melihat dirinya, namun ternyata sulit. Pesawat-pesawat kertas itu tidak ada yang mencapai sasaran hingga akhirnya George menyadari bahwa kertasnya sudah habis. Kertas dengan cap bibir Meg itulah kertas terakhir yang akhirnya dibuat juga menjadi pesawat kertas. Namun pesawat kertas itu pun gagal juga setelah angin menerbangkannya sehingga terlepas dari tangan George. Saat melihat Meg keluar ruangan, George pun segera berlari keluar dan tidak memedulikan bosnya. Ia menembus lalu lintas yang padat, namun ia kehilangan Meg. Ia hanya menemukan pesawat kertas bercap bibir Meg di atas sebuah kotak surat. Marah, ia pun membuang pesawat kertas itu ke langit dan berjalan pergi. Pesawat kertas bercap bibir Meg pun mendarat di sebuah gang kecil, bersama dengan ratusan kertas yang sudah dibuat George. Keajaiban pun terjadi! Pesawat kertas bercap bibir Meg bergerak dan mulai terbang berputar, yang langsung diikuti oleh ratusan pesawat kertas lainnya. Pesawat-pesawat kertas itu mengejar George dan memaksanya untuk menuju ke suatu tempat. Pesawat kertas bercap bibir Meg pun terbang mencari Meg, sementara ratusan pesawat-pesawat kertas memaksa George untuk pergi ke stasiun kereta terdekat. Meg sendiri setelah melihat pesawat kertas bercap bibirnya mendarat di sebuah toko bunga, segera mengejarnya ke sebuah stasiun kereta. George naik kereta, begitu pula Meg. Di salah satu stasiun kereta, mereka akhirnya bertemu dan tampak bahagia.
Paperman (2012) | Sumber foto: Oscar.go.com
Kisah di atas adalah cuplikan dari sebuah film animasi berjudul 'Paperman' yang berhasil mendapatkan Piala Oscars pada 24 Februari 2013 kemarin di Hollywood’s Dolby Theatre, Los Angles, California, AS. Inilah gelaran ke-84 kali sejak pertama kali ajang penghargaan ini diberikan kepada insan film dunia pada era 1930-an. 'Paperman' berhasil mendapatkan Piala Oscars untuk kategori Best Animated Short Film, mengalahkan 4 (empat) film pendek animasi lainnya seperti 'The Longest Daycare', 'Head over Heels', 'Fresh Guacamole', dan 'Adam and Dog'. Inilah nominasi dan kemenangan pertama di ajang Academy Award bagi John Kahrs, sutradara 'Paperman'.
Keberhasilan 'Paperman' bukan hanya pada Piala Oscars tetapi juga di ajang Annie Award untuk kategori Best Animated Short Subject pada 2 Februari 2013. 'Paperman' adalah film pendek animasi berdurasi 6 menit lebih keluaran Walt Disney Animation Studios yang berhasil mendapatkan Piala Oscars setelah 'It's Tough to Be a Bird' pada 1969. Film ini juga bahkan berhasil disaksikan oleh lebih dari 13,6 juta orang di YouTube pada minggu-minggu menjelang dan setelah Hari Valentine. "Saya merasa puas," ujar Kahrs. "Saya hanya berusaha melalui minggu-minggu ini dengan pandangan lurus ke depan dan memastikan bahwa saya bisa memasang dasi dengan benar."[]
Brilliant from start to finish. Yet again that traditional 2-D animation is every bit as expressive as computer-generated 3D. Jeff Shannon, Roger Ebert