Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang Guru Muda, ASN, lulusan Universitas Mulawarman tahun 2020, Pendidikan, Biografi, sepakbola, E-sport, Teknologi, Politik, dan sejarah Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dipaksa Sejahtera di Negeri yang Sedang Sengsara

16 Agustus 2022   07:00 Diperbarui: 16 Agustus 2022   07:03 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://lifestyle.okezone.com/)

Persoalan stunting memang menjadi momok serius bagi tumbuh kembang anak di Indonesia. Tentu sebagai bangsa yang besar kita senantiasa mengharapkan peran generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa dan negara Indonesia di masa depan. 

Maka dari itu, kita menginginkan adanya pola asuh yang tepat kepada anak di berbagai jenjang usia mulai anak-anak hingga praremaja. Namun yang menjadi pertanyaan, Apakah persoalan stunting menjadi pengaruh besar dari kurang optimalnya pengasuhan anak oleh orang tua?

Menurut World Helath Organization (WHO), stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh gizi buruk, infeksi yang berulang, dan simulasi psikososial yang rendah dan tidak memadai. Apabila seorang anak memiliki tinggi badan lebih dari -2 standar deviasi median pertumbuhan anak yang telah ditetapkan oleh WHO, maka ia dikatakan mengalami stunting.

Masalah stunting di Indonesia adalah ancaman serius yang memerlukan penanganan yang tepat. Berdasarkan data yang dirilis oleh Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2019, prevelensi stunting di Indonesia mencapai 27,7%. 

Artinya, sekitar satu dari empat anak balita (lebih dari delapan juta anak) di Indonesia mengalami stunting. Angka tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan ambang batas yang ditetapkan WHO sebesar 20%.

Melihat fenomena stunting yang terjadi di Indonesia dalam kurun beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia pun sudah menyusun rencana jangka panjang dan harapannya angka stunting dapat mengalami penurunan sebesar 14% pada tahun 2024. 

Untuk dapat memenuhi target tersebut, muncullah berbagai tantangan besar salah satunya kurang optimalnya program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). 

Padahal, Posyandu merupakan tonggak utama dalam upaya memantau tumbuh kembang balita pada lingkup wilayah yang lebih kecil. Lebih dari itu, permasalahan stunting kian diperparah oleh situasi pandemi yang melanda dunia khususnya Indonesia dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. 

Hilangnya mata pencaharian yang diikuti oleh kebijakan perusahaan swasta yang terpaksa mem-PHK-kan pegawai/karyawannya demi meminimalisasi terjadinya kebangkrutan atau gulung tikar. Akibat dari kebijakan tersebut, angka pengangguran meningkat di mana-mana. Selain itu, dampak terparahnya yakni menurunnya tingkat pendapatan masyarakat yang mengarah pada terganggunya stabilitas ekonomi. Itulah mengapa, banyak masyarakat kelas menengah ke bawah yang cenderung abai terhadap pentingnya menjaga kualitas pangan yang dikonsumsi sehari-hari akibat ketidakmampuan masyarakat atau kurangnya kemampuan daya beli terhadap makanan-makanan pokok yang sehat dan bergizi.

Lantas apa dampak nyata yang dirasakan dari kurang optimalnya penanganan permasalahan stunting di suatu Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun