Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Budi Teman SMA ku

18 Januari 2022   07:30 Diperbarui: 18 Januari 2022   07:32 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari pixabay.com

Budi adalah murid lelaki paling bongsor di kelas SMA kami, berbadan subur dengan banyak lemak, memiliki rambut dengan panjang yang tidak beraturan dan dianggap bodoh. Semua teman satu kelas seperti sepakat merasakan kebodohannya yang terpantul dari sinar matanya, mulutnya dan kepalanya. 

Tetapi saya memandangnya biasa saja, kebodohan biar saja karena demikianlah adanya di dalam satu sisi, mungkin hanya saya saja yang tidak menanggapi kebodohan Budi. Saya pikir dia tidak bodoh, mungkin hanya sedikit dungu.

Dalam high school, memang segalanya tertata runut. Nah! Segalanya harus menaati alfabet sebagai urutan nama murid, termasuk penetapan deret bangku, memposisikan saya tepat berada di belakang Budi karena nama saya Band. Dan semenjak itu saya selalu merasa bak berada di balik sebuah ruang besar yang menghalangi cahaya. Tubuh Budi yang besar dengan silinder leher yang beton dan bentuk kedua telinganya yang tidak masuk akal serta kepala bodohnya yang besar. 

Saya lalu kehilangan sinar ketika lemari besar ini duduk tepat di depan saya. Hal ini membikin saya tidak bisa mencerna oratori guru karena terhalang mahluk besar ini, apalagi saya bukan termasuk murid yang pinter dan sedikit di bawah average. Lengkaplah pula derita murid seperti saya. 

Saya pun  menjadi lebih banyak mengenal Budi daripada mencerna langsung alunan suara pengajar di depan kelas. Budi ternyata seorang murid yang aktif, dia selalu mengangkat tangan dengan lengannya yang super besar untuk mengajukan banyak pertanyaan. Mungkin dia berpikir dengan begitu dia merasa pandai.  

Saya yang duduk di belakangnya hari demi hari, kelas demi kelas, semakin menjurus frustrasi, bahkan dari kalbu kecil jahat saya, saya berharap terjadi sesuatu padanya, seperti tenggelam di dalam bathtubnya atau dikirim kerumah sakit rehabilitasi mental.  

Namun seiring bersama dengan waktu saya melihatnya dengan sudut pandang yang terus berkembang, Budi yang semakin saya kenal membuat saya mengerti bahwa dia tidak bisa menolong dirinya sama sekali, sejatinya dia hanya seperti ruang besar yang tidak pernah tumbuh. Dan ini sama sekali tidak membuatnya merasa bersalah sementara sebaliknya, saya merasa ada yang salah dengan diri saya. 

Kebergantungan yang kontradiktif ini membuat hubungan saya dengan Budi terbentuk unik. Saya mulai bisa menyelami pergerakan atau permainannya. Sering saya berperan menjadi seperti seorang kakak dalam permainan yang setiap hari dia peragakan, yaitu lelucon wajah muntah. 

Setiap dia selesai mengangkat tangan dan melancarkan pertanyaan yang dumb, Budi akan berpaling ke pada saya di belakang. Dia akan mengeluarkan mimik wajah seseorang yang mau muntah, dan saya menyambutnya dengan wajah menyeringai yang rupanya menyenangkan hatinya. 

Dan sejak kami mulai intim saya merasakan beberapa perubahan besar, sperti perubahan warna yang datang dari Budi, tidak sesuram warna cahaya yang terhalang body raksasanya, namun dari aktifitas pertanyaannnya yang sering dan bodoh, saya mendapat warna cerah yang di pancarkan oleh tingkah lakunya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun