Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan di Merah Desember

23 Desember 2021   18:53 Diperbarui: 23 Desember 2021   19:05 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari hujan, begitu tebal sehingga jatuhnya tampak lamban seperti salju. Aku berdiri di bingkai jendela, tentu saja mataku buram  bersikeras menguak tirai air yang liat. Kupikir ini Desember, kadang-kadang begitu konyol, aku kerap out of focus, hingga tanggal hari bahkan bulan menjadi tertinggal, musabab kesendirian yang panjang. Ya, tentu saja ini Desember. Dulu di saban tepi tahun, kami, maksudku aku dan perempuan itu berkenalan lagi, kami selalu terasing karena hanya bertemu minim, makanya seakan setiap Desember kami serasa berkenalan kembali. 

Aku merenungi wajahmu yang hilang timbul, otak tuaku sudah susah mengait, jangankan parasmu, kalender saja aku tak pernah menggantinya. Itulah, saban Desember, setiap hujan yang kental, aku meraba-raba wajahmu. Aku pikir kamu cantik, ketika wajahmu memudar dan sesekali menyengat. Itu keindahan. Seperti air hujan yang tegak lurus membangun tirai yang rabun.

Tok, tok,tok!
Aku dikejutkan dengan suara kayu depan diketuk, bunyinya bercampur bunyi hujan. Lalu aku mengumpulkan kembali masa sekarang, dan keluar menambang lawang. 

Perlahan ku menarik pintu muka. Tentu saja, angin bercampur bah menyergah. Tapi perempuan itu sudah berdiri di garis rangka pintu yang tebuka. Tubuh bermantelnya basah mengalir seperti atap. Dari balik hooddienya aku mentapap wajah putih sebagai bingkai yang ku kenal.

Aku sengaja mampir! Tiba-tiba perempuan itu melompat  masuk, kakinya mengebaskan, sehingga segala cairan langit yang dibawanya bertebaran kesana-kemari.
Aku setengah mati mengumpulkan sebaran otak di kepalaku. Ah! Maafkan! Sergahku.
Lenganku kemudian sigap menggapai mantel mencairnya, membantu menariknya keluar dari tubuh langsing lalu menggantungnya di papan. 

Air di rambut peraknya terlihat menetes, aku berinisiatif mengambilkan handuk putih terbersih dan menyodorkannya. Dia meraih, lalu menggoyang-goyangkan rambut indahnya dan mengeringkannya yang terlihat seperti cemara salju. Sementara parasnya yang semula pucat beralih menyemu. Saat mereda aku mencoba membuka ruang bicara.

Bukankah kau wanita ini, yang sesekali? Aku separuh ngaco berucap, berharap pikiranku tidak trance.
Perempuan indah itu tidak menyahut, tangan lenturnya mengambil lenganku dan kami duduk di sofa terbaikku.
Hai! Aku masih saja mengenangmu! Tapi kamu selalu payah! Ucapnya, bibirnya bergerak terlalu pelan kupikir seperti iklan lipstik.
Maafkan! Tentu saja, aku mulai mengingatnya! Balasku bersantun.

No, no! Bukan itu! Aku sengaja singgah kemari. Sambungnya. Untuk mengatakan kepadamu bahwa semua ini telah selesai! Aku tak bergurau! This is it! Perempuan menawan itu menatapku, matanya seperti langit biru dan aku mendengarnya tapi lebih terbang ke awan.
Lalu lady itu bangkit di atas tungkainya yang indah, berbalik merambah cermin besar, lalu duduk menghadapi parasnya sendiri, di ruang tatapan ini.

Aku memandangi gerakannya semenjak dari sofa lembut. Memperhatikan kedua lengan kecilnya merapikan rambut bleachnya yang panjang memerah. Dia menarik lembut helaian rambutnya keatas, lebih meninggi, menahannya hingga dipuncaknya, lalu melepaskannya berderai di atas kepalanya bagai pantai.

Kemudian dia berputar mendepankanku, mata biru langitnya menatap kedua mataku, sehingga aku merasakan salju.  Bibirnya senyum tanpa bicara di kulum, lalu wanita itu, lagi berpaling menguasai cermin.  Kembali dia mengambil helaian rambut kemerahannya, membawanya meninggi, dan menghempaskannya kembali menghambur ke seluruh kulit wajah rupawannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun