Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berpura-pura Menjadi Penulis

10 Desember 2021   15:26 Diperbarui: 10 Desember 2021   15:29 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber dari pixabay.com

Seperti sore ini, saya menulis, membungkuk, sudah melahap jam ke enam sedari pagi tadi, masih berpakaian piyama berwarna emas endorse dari sebuah butik ternama, namun lembar yang saya ketik hanya tulisan salon. 

Saya liren sekejap, mencoba menyerap suara-suara jalanan di bawah namun nihil, mungkin bunyi itu sudah bosan tersengat matahari. Saya memaksakan lagi, masih berpura-pura menjadi penulis. Sehingga membuat lambung saya mual.

Sayapun menjejak berdiri, menjarah rak buku di belakang saya duduk, tapi hanya menggeletakkannya saja sebuah buku di meja. Saya menggaruk kepala saya yang sudah menipis rambutnya, sementara sel-sel otak saya seperti melambat termakan usaia renta cuma untuk mencari sepotong kata.

Saya menyalakan sigaret putih dan menghampiri kaca jendela, memandang ke bawah, ke pedestrian kosong, tempat orang-orang terotoar berdemo itu. Saya tiba-tiba rindu teriakan-teriakan bsusuk mereka, hujatan mereka yang overrated, tapi saya masih bisa merasakan suara kejujuran di sebaliknya. Saya melamun menghitung satu dekade silam.

Kruiingg.. Tiba-tiba pesawat genggam saya bergetar di atas meja, saya menyambutnya.

Hei! Tuan Charlie! Apakah engkau disitu? Terdengar suara tinggi wanita.
Yes! Mem! Saya menjawab seperti pelayan.

Apakah engkau masihmenulis sampah lagi? Lihat! Aku sudah mengrimkannya kembali! Kau lelaki tua yang sudah berbeda! Apakah sebenarnya engkau asli?
Maaf! Mem! Saya meminta pardon.

Tidak! Kita sudah selesai dengan kontrak ini! Anda mengerti bahwa ini palsu! Tulisan anda fake! Perempuan di seberang itu melengking, suaranya sudah pol. Lalu terdengar sesuatu di banting.

Ada rasa marah  membahana di dada, tetapi rasa sesak lebih dominan saya rasakan. Dan hari ini mayoritas deadline naskah dari saya dengan hutang yang bertumpuk. Membuat mereka marah karena tenggat yang termakan dan mutu naskah yang payah.
Beberapa komentar dari kritikus universitas telah lama semakin menyudutkan saya dari waktu ke waktu. Tidak selayak silam. 

Kini Charlie ternyata penulis palsu! Demikian headline kolom kritis sastra mutakhir. Dan mereka merayakan waktunya untuk pesta menghina penulis Charlie.
Charlie penulis cuan! Charlie penulis grosiran! Itu terang-terangan! Begitu kelompok editor sepakat seperti menghadapi musuh bangsa nomor satu.

Saya menyedot dalam-dalam tembakau membara ini, membuang asapnya ke langit-langit dalam bulatan-bulatan kabut. Baunya terasa pahit di kamar mewah bersuhu dingin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun