Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah

31 Oktober 2021   12:21 Diperbarui: 31 Oktober 2021   12:23 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari pixabay.com

Tapi proyek rumah setengah blok ke bawah tanah ini tak juga kunjung reda, suaranya yang terdengar malah bermacam-ragam, tidak hanya ketukan paku tapi juga suara bor beton dan hantaman logam yang mulai memekak telinga. 

Saya masih bertahan dengan bunyi-bunyi serius ini, saya berusaha untuk terbiasa meskipun tak mudah. Berpikir positif bahwa nanti juga akan ada pada akhirnya. Bangunan blok bawah ini selesai dan segalanya kembali adem ayem.

Tapi? Siapakah nanti penghuninya? Apakah orang-orang baru? Sebab sependek pengetahuan saya, bangunan rumah di atasnya selama ini tidak pernah dihuni. Bahkan orang-orang disekitar juga tidak pernah tahu orang yang pernah tinggal di dalamnya sejak rumah itu dibangun. 

Mereka tak peduli dengan rumah ini. Tetapi saya? Bah! Bagaimana pula ini? Saya yang termasuk warga sesepuh di lingkungan ini, sama halnya dengan penduduk lain, tak pernah tahu siapa penghuni pertama rumah ini?
Sekali pernah saya menegur warga senior sepulang dari bar, soal siapa pemilik rumah yang sedang dibangun ini.

Rumah itu? Hahahahah..!

Teman bar baru itu terbahak-bahak. Kau tidak mengerti juga heh??! Lanjutnya dengan mulut berbau rokok dan metanol. Saya menggeleng menanti lanjutan katanya.

Itu rumah Baron! Kau tahu Baron? Bangsawan kawan! Kau tahu? Orang yang bukan seperti kita yang jembel ini! Hahahahahh..!
Teman ini meracau tanpa melihat kehadiran saya disebelahnya malah seakan saya tidak berada di dekatnya.

Hahahahahh... Baron! Baron! Teriaknya.
Orang itu berlari dengan terhuyung-huyung meninggalkan saya, lajunya berbelok-belok zigzag, menjauh lalu tersungkur ke tanah.

Dasar pemabuk! Rutuk saya dalam hati dan mengabaikannya.

Kembali saya sendiri kembali ke ruang saya yang bersebelahan dengan rumah yang dibangun itu. Tapi kali ini terasa lain, tidak terdengar bunyi-bunyi kerja bangunan. Tidak ada ketukan paku, suara gergaji atau asahan logam pemotong. Begitu sepi. Apakah konstruksi bawah tanahnya sudah selesai? Saya bertanya penuh di dalam hati. 

Tapi saya pikir ini tidak benar. Tidak seperti ini juga akhirnya! Atau burung malam pembuat ketukan bising itu sudah mati? Ah! Saya tidak peduli dan segera masuk ke peraduan saya. Betapa tenangnya setelah sekian lama. Saya pun bisa kembali menikmati bacaan tentang Castro dan Cuba di malam istimewa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun