Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Satu Ketika di Sebuah Taman

27 Agustus 2021   10:19 Diperbarui: 27 Agustus 2021   10:23 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imaged by pixabay.com

Perempuan itu menceritakan bahwa jika mawar merah tua dicelupkan ke dalam segelas susu akan berwarna merah jambu.
Sedang aku? Ingin mengisahkan kepadanya bahwa itu telah berkali-kali dan cerita itu takkan pernah terjadi karena keteguhan 'marun'.  

Perempuan itu menanam dengan suka hati untuk bercerita sebaliknya tentang lara hati. Kebun bunganya merebakkan warna meluberi rerumputan hijau, sementara dia pulang untuk menulis di kebun mati.

Itulah kirmizi! Kataku seperti yang kumaksud tapi tak dimengertinya, bahwa ujung semua warna adalah warna senja.

Perempuan itu masih menghitungnya, sampai dia berhenti di kisah ke 1728.

Selamat tinggal, katanya. Aku akan mematikan lampu!

Lalu segala warna berjalan ke warna asalnya. Ku katakan tidak mengapa berjalan di dalam gelap asal hatimu terang!
Perempuan itu diam, sepertinya aku melihat luka ketika semakin dekat sampai, tepat di tumit, dia ditolak. Nasehat-nasehat lalu menjadi tertawaan.

Bukankah kebun ini sudah lama mati sedang kau begitu pengecut bila melepaskannya?
Perempuan itu berbicara kepada angin bahwa kebahagiaan yang diberikan orang-orang itu bukan penghiburan melainkan kesakitan.

Begitukah perempuan itu pergi? Seperti dikucilkan oleh orang yang dicintainya karena alasan yang paling tipis. Ini adalah kisah frustrasi yang tidak memberikan harapan cinta akan menang pada akhirnya.

Lalu aku pergi dengan penerangan seadanya,  menyeberang hutan mati sementara aku masih bersikeras melihat tanaman mawar, meski akhirnya kulihat kau tak menangis lagi, tapi bunga-bunga tampak bersedih.

Apakah kau sedang menghiburnya? Tanyaku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun