Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Burung Penyair dan Burung Bulbul

28 Juli 2021   11:32 Diperbarui: 28 Juli 2021   16:55 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imaged by pixabay.com

Dimana kepala negri? Apakah mereka telah menjadi mesin? Begitu cecap burung penyair di perjalanan kehilangannya. 

Dimanakah mereka menyimpan syair lagu keabadian?  Lalu burung penyair terbang ke bawah matahari dan menemukan banyak tersimpan harmoni disana. Dia kembali menangis ketika nada abadi tertingginya tersimpan ke dalam laci terendah di bawah matahari, yang tidak pernah menggapai surgawi.

Musim berganti, badai pasti berlalu. Telah dua dekade berlalu mengunjungi kebun semesta.
Burung penyair masih saja kembara. Kali ini ada keputusan penting, dia berhenti untuk kembali merenung, tak ada pilihan lain, burung penyair memutuskan kembali ke taman burung, untuk mencari tanah heritagenya untuk mengubur usia. 

Dia bersyukur masih dipanjangkan umur berkat lagu-lagu keabadian surgawinya, yang tanpa terasa sudah memimpinn kehidupan fana dalam dua dekade yang terlampaui.  Dia merindukan teman burung-burung yang lain tanpa prasangka meskipun luka menganga.

Sebelum waktu memanggil, burung penyair harus mencapai batas kebun terjanji, dan dia terus melagukan surgawi, terbang hingga mencapai pintu gerbang taman kehidupan. Dia menclok di pucuk pintu pagar tertinggi dengan muka lelah, nafasnya terengah namun hatinya bulat. Seandainya mereka menolaknya, dia akan mengatakan hanya ingin mati disini di tanah kelahirannya. Itu saja titik!

Namun tidak terdengar apapun dari taman yang dahulu riuh, hanya terdengar mendung. Mata unggasnya berputar mencari kawanan burung bulbul yang dahulu riuh atau lainnya namun hanya sunyi di telinga.

Hai, burung bulbul, apakah semua manismu sudah selesai? Burung penyair bernyanyi memanggil-manggil. Jawablah, kawan! Saya pulang, meskipun tetap tak mampu menyanyikan hal-hal duniawi!
Namun tetap tak berjawab kecuali senyap.

Lalu burung penyair terbang ke tempat yang pernah menjadi lapaknya, hanya kubur dan kematian yang ditemuinya. Di tengah seribu ratapan, burung penyair menidurkan dirinya dengan lagu abadi dan berhenti bersama sepi.
***
Dan ketika saya, beberapa ratus abad kemudian, terakhir datang ke tempat itu, saya bersumpah bahwa musiknya tertinggal disana. Hanya nyanyian burung penyair, dan bukan lagu burung bulbul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun