Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Bule

14 Juli 2021   11:33 Diperbarui: 14 Juli 2021   11:45 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari pagi membelah langit yang segan, warna atas yang abu menyembunyikan cahaya matahari. Terlalu banyak awan dengan butiran air yang dibiarkan menggantung sehingga angin yang meniup beraroma hujan. Tidak terlalu pagi juga, hanya langit memundurkan warna ke waktu yang lambat.

Kamu masih terlelap di atas lembutnya kain tebal sofa favorit peraduan. Aku membiarkan paras tampan itu menyentuh beledru yang kontras dengan bulu-bulu halus di putih wajahmu. Lama ku tatap seluruh wajahmu, dan ada benarnya jika orang-orang sekitar memanggilmu bule, karena penampilan fisikmu yang ke barat-baratan.

Aku sendiri tidak peduli dengan pendapat mereka, termasuk gunjingan lain yang tersembunyi tapi samar terungkap menusuk hati. Tentang latar belakang kehidupanmu sebelum kamu masuk ke dalam kehidupanku.

Pagi masih berjalan pelan, aku duduk bersebelahan dengan tidurmu. Selembut mungkin takut membangunkan mimpimu. Aku hanya ingin  menikmati pagi berdua saja, seperti pagi-pagi yang lain. Menunggui sampai selesainya mimpi, terus sarapan bersama dan memulai kehidupan seperti yang telah diperintahkan.

Kamu sarapan apa, sayang?

Ketika dia membuka lelapnya dan hanya tersenyum menatapku dengan bola mata indahnya, meski kelihatan merajuk.

Sereal dan susu, kan?

Aku menawarkan sembari beranjak ke lemari makanan. Ku tengok dia mengangguk sempurna dan menjawab dengan jawaban pagi yang lembut. Jawaban yang sudah ku mengerti dalam beberapa tahun terakhir yang hanya kumengerti untuk diriku sendiri.

Aku biasa membuat telur dadar yang kumasak sendiri ditemani nasi putih dari 'rice cooker' semalam. Mengambil jus botol dari lemari pendingin dan beberapa anggur. Lau kami sarapan berdua, seperti ritual biasanya.

Dia makan dengan lahapnya, lalu balik kembali ke sofa tempat peraduan sekosong piringnya. Aku tersenyum kepada lelaki pemalas itu, namun aku terlanjur cinta dan memanjakannya sangat. Aku membebaskannya bermalas-malasan sesukanya sebelum memastikan bahwa sehabis matahari meninggalkan timur, dia akan beraktifitas.
Dan aku meninggalkannya disana sementara aku mandi dan bersolek untuk pergi ke kantor.

Aku berangkat, sayang! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun