Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kemenangan Bersejarah Chiellini Melawan Saka

12 Juli 2021   17:41 Diperbarui: 12 Juli 2021   18:05 1518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Giorgio Chiellini dan Bukayo Saka di final EURO 2020. (photo/REUTERS/LAURENCE GRIFFITHS) Sumber: Indozone

Hidup itu indah, hidup itu kejam! Itulah jendela bagi yang menang dan yang kalah!

Dan remaja 19 tahun pemilik nama indah, Bukayo Ayoyinka Saka, turun di menit ke-71 menggantikan Kieran Trippier, dengan harapan menaikkan kecepatan tim Inggris yang hampir stagnan di jepit gurita lingkaran tengah Italia.

Saka memiliki 'dribbling' yang menari dengan langkah lebar,  bergaya 'Nigerian Sway' yang sulit di kendalikan, bahkan di sempitnya ruang antara 'sideline' dan tubuh langsingnya di posisi sayap kanan.

Di ujung akhir permainan di menit ke-96, Saka di kedalaman kanannya yang sendiri, bergerak melesat melewati bek pusat gaek Giorgio Chiellini. Tidak ada toleransi di detik krusial, dengan tangannya yang tertinggal kapten Italia itu meraih kerah kaos 'winger' Arsenal hingga merentang panjang, seperti menenteng kucing yang tersedak, dan membanting remaja itu keras terlentang ke tanah. 

Chiellini mengeluarkan seringainya yang khas, sementara belia yang terbanting itu hanya memperlihatkan paras polosnya. Wasit miliuner Belanda yang baik hati Bjorn Kuipers, menarik kartu kuning di dalam gemuruh angin fans Wembley yang marah untuk merah.

"Saka dikatar seperti anak" Zlatan berkata.

"Seseorang harus memberi tahu Chiellini Saka baru berusia 19 tahun" Tuchel berkata.

Lalu spektrum penuh emosi pun berandai-andai menyeruak. Dengan skor imbang 1-1 dan menuju perpanjangan waktu, Saka bisa saja berlari ke gawang untuk menciptakan satu peluang 'mortal'  bagi Inggris.

Mungkin ini kemenangan Italia, yang telah didetakkan Giorgio, sang kapten pejuang panjang bersama anak buahnya bukan untuk memenangkan pertarungan melainkan untuk memenangkan peperangan. Menyapu dengan mengambil sapu kotor dan melipatnya ke dalam kemenangan hanyalah 'cameo' di atas panggung sepakbola lelaki dalam planet kebesaran Italia.

Pertandingan final akan luber oleh intrik dan provokasi, yang menyendatkan hati yang kalah, sedang pemegang kemenangan adalah kedigjayaan semata. 'Fair play' menjadi 'the things with feathers', sesuatu yang bersayap.

Sepakbola memberi pelajaran berharga untuk yang lebih tinggi dari kemenangan semata. Jendral lapangan akan tercatat sebagai kemuliaannya yang tidak linier dengan kekalahan dan kemenangan, dia berhubungan dengan sepakbola itu sendiri.

Mason Mount gelandang serang Chelsea merunduk sedih ketika Jorginho, 'palymate' nya yang sangat dihormati dan di puja di Chelsea harus menetakkan alas paku sepatunya diatas tulang kering Jack Grealish ketika Jorginho sedikit terlambat di kedalaman 'sliding' Grealish, sehingga membuahkan kartu kuning untuk 'dewa' lapangan Jorginho.

Tak ada yang salah di dalam pertandingan final UEFA Euro 2020 ini selain daya tarik yang menggairahkan, pelatih Southgate memainkan keunggulan di babak pertama dengan menahan Italia tertegun di sebagian besar lengan panjangnya. Taktik Southgate melebarkan sistem bek sayap dengan 3-4-3 berhasil membunuh 'full back' Di Lorenzo dan Emerson yang  tidak bisa mengalirkan arus ke tengah. 

Luke Shaw pun mencetak gol internasional pertamanya dengan tendangan setengah voli yang luar biasa setelah meninggalkan belakang Italia yang canggung.

Babak kedua adalah milik Italia, yang mengurung dengan kepemilikan bola melingkar ala 'Rondo' dan goal balasan tampaknya hanya menunggu waktu saat tim Inggris terus terbawa tanpa rekover yang memadai. Walaupun Saka masuk untuk perubahan formasi dari 3-4-3 ke 4-4-3 untuk memacu agresi, namun tak juga mengangkat, sehingga di dalam 'scrimmage' bola mati, Bonucci berhasil mengambil skor balasan 1-1. 

Mungkin sudah dibahas dengan detil oleh ahli-ahli bola Kompasiana soal pertandingan dini tadi, namun beberapa benang merah bisa terlihat jelas. Bahwa Southgate adalah bukan pelatih bola saja tapi juga pelatih orang muda masa depan, dengan memasang anak-anak muda Inggris seperti, Grealish, Saka, Rashford dan Sancho. 

Mereka mengambil tanggung jawab tinggi hingga ke ujung penalti yang putus asa dan menghadapi licinnya permainan orang dewasa Italia yang menjungkalkan mereka, dan kemudaan mereka telah melewatinya dengan lebih dewasa dari orang-orang gaek untuk segera membersihkan sejarah yang ditinggalkan para tetua itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun