Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Satu Tahun Lagi

26 Juni 2021   18:44 Diperbarui: 26 Juni 2021   19:10 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Karen Warfel dari Pixabay

Kami menjalani jalan kecil yang luput di dalam ingatan, sebuah jalan menyendiri yang berkelok menyenangkan, melewati beberapa bunga liar mekar sekehendak hati hampir di setiap depa. 

Jalan mungil itu seperti memagari kami dengan hijau ivy yang menyelimuti di kanan-kiri. Cukup lama jalan menurun hingga di ujung berjumpa rumput datar menghampar. Lalu kami duduk berpunggung  memindai langit yang terlihat seperti perlu direnovasi.

Apakah kau masih mencintaiku? Aku membuka kata tanpa menolehnya.
Mmmm.. tentu saja! Sahutnya dengan arah pandang berlawanan.
Hei! Apa maksudmu dengan mmm...?

Bagaimana kau sendiri? Apakah kau masih mencintaiku?
Mmmm iya... tentu saja!
Hei! Kau menggunakan mmm iya...?

Aku tersimpul mendengar sahutannya yang ku yakin wajahnya tersenyum serupa.  Sesungguhnya itu adalah sedih yang menjadi lucu untuk mencoba menghapus luka.

Eh! Apakah kau terluka? Dia bertanya
Aku? Tidak!
Kau?
Tidak!

Aku tidak tersenyum dan ku yakin parasnya yang membelakangiku pun tidak. Kerna sepertinya kita sedang berpura-pura, mewarnai kebohongan dengan warna yang paling manis. Barangkali saja dia sedang menimbang tentang neraca cinta dan masa depan. Maksudku, masa depan status quo pacaran kami.

Lalu kami terdiam, memaknai segala warna sederhana di alam, dimana hijau adalah rumput dan biru adalah langit, sedang violet adalah awan. Pink nya itulah mawar, putihnya adalah angsa, dan kuning hanyalah sebuah pir.
Dia pun mengeluarkan dari saku depan cover-all nya, sebentuk bulat berwarna oranye dan dia membalikkan tubuhnya menghadap wajahku.

Oranye tetaplah orange! Katanya sambil memegang buah beraroma renyah itu mendekatkan ke hidungku.
Lalu tangan lentiknya mengupas yang serta merta fragrans pecah semerbak di seluruh penciuman kami.

Mau? Dia menjentikan jari jeruknya dan aku menyambutnya. Lalu mengulumnya.
Manis!

Dia mengangguk sambil mengunyah cantik.
Mengingatkan hal pertama yang kita kerjakan sehabis pandangan pertama silam, yang menjatuhkan hati kami masing-masing. Barangkali teramat muda, tapi enggak jugalah. Atau barangkali cinta lain yang terhampar di jalan terlalu banyak, tersembunyi dan terlihat berbeda sampai menggoda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun