Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat

18 Juni 2021   17:03 Diperbarui: 18 Juni 2021   17:17 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Prettysleepy dari Pixabay

***

Surat ini adalah surat yang sama yang pernah kuterima semusim yang lalu. Surat yang pernah datang dengan pembukaan yang formal sampai akhirnya mengatakan bahwa aku masih bisa memilikinya. Sedang bagian tengah surat adalah kesakitan yang tersembunyi yang merupakan tanda tanya perihal kembali atau kepergian. 

Apakah itu pilihan ataukah dia hidup, itu bukan jawaban bahwa dia ada di sana dan mereka selalu berjanji akan mengembalikan hidup-hidup. Aku memangku lembar surat yang masih tertutup itu, melanjutkan matahari di jendela sebagai kebiasaan melaksanakan perjalanan bahwa apapun yang terjadi, alam akan baik-baik saja.

Bagaimana lagi?

Menimang surat di pangkuan, membuatku terlempar kembali semusim ulang. Akan ketidakpastian apakah mereka mengembalikannya hidup-hidup? Mereka tidak diketahui mengirim orang mati. Surat pertama yang pernah kubuka tidak menceritakan kasat mata, apakah ada cacat di matanya, atau di tangannya, wajahnya? Ah! Kupikir aku harus melihatnya, tidak dari membaca dan menduganya sampai demikian jauh menggantung musim.

Apa itu sayang?

Pertanyaan hati yang menggumam di rongga mulutku menjadi siksaan kerinduan untuk melihat dan bertanya kepadanya yang telah memberikan segalanya. Hingga akhirnya tibalah surat kedua ini. Yang mengisyaratkan selama semusim ini dia masih ada, meski masih menyembunyikan keyakinan bahwa penyakit sudah terlewati untuk waktunya pergi lagi.

Surat rona coklat itu memburam di bayang matahari yang mencuri dari kisi jendela, membuat kertas sampulnya hangat. Aku meletakkannya di ranjang hanya untuk meredakan rasa harapan yang memalsukan. Tentu saja surat-surat di musim sekarang bukanlah harapan, karena keruhnya masa informasi. 

Ada keraguan untuk merobek sampulnya karena ketakutan akan ketidakpastian, apakah aku termasuk yang beruntung? Bisa mempercayakannya bahwa dia dalam keadaan senang dan baik-baik saja. Namun surat pertama semusim lalu menarik ku kembali ke sudut sama, yang tak memperbolehkan kemudahan.  

Kembali kumenatap pagi yang sudah hilang.

Ada apa sayang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun