Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gambar-gambar yang Kamu Kirim

20 Mei 2021   09:12 Diperbarui: 20 Mei 2021   09:37 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh David Bruyland dari Pixabay

Kota itu seperti pertemuan yang akan datang. Saya melihatnya dari gambar-gambar majalah yang berisi nyanyian dengan pakaian yang membuat rindu. Orang-orang di dalam terbitan itu saya lekatkan menghiasi dinding tidur, sehingga saya seperti sudah bertempat tinggal disana. Sehingga dinginnya persis serupa dengan kesejukkan kamar tidur saya.

Dan saya membiarkan saat orang tua saya menikmati poster tembok saya sebagai kemudaan yang berbunga. Namun tidak demikian dalam benak. Saya tak hendak menceritakan kepada mereka bahwa segala keramaian ini adalah tanah luhur saya di depan, yang saya sendiri belum mengetahuinya tapi saya sudah merasakan keindahan degupnya. 

Bau udaranya, embun yang memeluk, aspal basah, tembok-tembok yang selalu memanjakan mata dan jalan-jalannya yang tak pernah bisa menghabiskan kekaguman, sepertinya langit disana biru melulu. Itulah sebabnya, nggak mungkin membicarakan soal rumit ini dengan ayah saya yang realistik sedang ibu saya surealistik.

Kota itu begitu indah, tentu. Karena bukan itu saja, disana akan ada perjumpaan yang telah tergambar dari magazine yang saban bulan saya belanjakan dan samasekali tak membosankan. Setiap kali terbit selalu saja baru, semakin memikat ke dalam labirin kepala saya. Lihatlah ini kota kita, saya tidak hanya bisa melihatnya, saya merasakannya. Sumpah! Sebagai mahluk lain, yang memiliki mata. Dia pun tidak tahu cara lain kecuali memikirkan gambar-gambar dinding kamar. Siapa? Iya, kamu!

Tapi apakah itu diberitahukan kepada saya? Atau haruskah saya yang memberitahu terlebih dahulu? Beberapa pertanyaan krusial memang mesti kita pecahkan. Sedang kita sudah saling faham, bahwa mungkin saja saya memiliki langit hari ini untuk milik saya. Itu saja yang akan saya sampaikan bahwa hati saya sementara ini masih terbelah, untuk ukuran diri saya. Saya pikir demikian sama halnya dengan dia.

***

Sebuah kereta pagi yang dahulu pekat dengan masanya, membawa diri saya ke kota itu. Saya sudah mengenalnya tidak lagi mengimpikannya. Sepeninggal sekolah lanjutan yang cukup muda, saya berada di destini sesuai dengan gambar-gambar. Kota sejuk itu membelai kedatangan saya, mereka sudah mempersiapkan lama, terlihat dari kesamaan dengan poster dinding. Seakan ada ketakutan, seandainya tak sesuai dengan harapan, kota embun ini begitu detil. Warnanya lebih toska, atmosfernya terbuka sehingga nafas saya sempurna. Saya berjalan diantara pepohonan purwa di dalam kota berbunga.

Saya bisa mengambil sesuka mata saya, karena ketika saya pergi ke atas, kota dilingkung gunung, permadaninya padang rumput dan hutannya ikut berbaring. Saya tahu di tempat ini dia berbicara penting sambil memunguti sepanjang siang yang jatuh lebih lembut.

Saat saya pulang, jalan sudah berwarna coklat, berarti waktu disini berputar tanpa mengingatkan. Itu menyenangkan karena waktunya sudah hampir tiba di permulaan kisah dari gambar-gambar yang tertempel.

***

Pagi buta yang berat mengusir embun, adalah keniscayaan ketika bau dapur dari ujung kamar kota sejuk membangunkan di kepala. Setelah pagi menyentuh dahi, saya melangkah membaui pawon yang menyimpan bakal kenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun