Meski mencengangkan Leicester bukanlah suatu kesebelasan yang istimewa, bahkan bisa dikatakan biasa saja. menganut sistem 5-4-1 atau 3-4-1-2 adalah bentuk formasi yang biasa. Bermain segitiga di 3 bek pertahanan untuk mengolah bola ke bek sayap. Memainkan peran penghubung  lini tengah ke depan seperti yang dikerjakan Ayoze Perez sekaligus sebagai breaker mengacaukan gelandang lawan.  Selebihnya rubah adalah penunggu ruang antar lini yang bisa digunakan dengan tenang dan sabar lalu memanfaatkan peluang kecil atau tak terlihat lawan untuk mencuri gol.
 Leicester bukan pemain full class dengan beban pencapaian sebatas leher, sebagian besar mereka adalah pasukan lesser young atau belia, dibandingkan rata-rata pemain muda lain klub. Bermain mudah ke bentuk sesuai keinginan pelatih, intim dan gembira. Mereka memiliki motivasi campuran yang berbahaya, yaitu motivasi balas jasa ke klub sekaligus motivasi menaikkan kelas transfer murah mereka untuk masuk ke klub ternama.
Dan kedepan Leicester sangat mungkin bertahta di tiga besar klasemen Liga Primer untuk menatap sihir mereka menjuarai Champions mendatang.
Barangkali itu yang memenangkan Leicester bak dongeng, seperti kata sang pelatih Brendan Rodgers, bahwa kemenangan piala FA adalah kisah kemenangan keluarga, yaitu suporter, pemain dan pemilik.