Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penyambungan Bunga Bunga

30 Maret 2021   18:25 Diperbarui: 30 Maret 2021   18:31 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay

Bunga melepas pandang ke kereta yang mengular menjauh dari merupa gambar hingga merupa bayang, kereta seperti ditelan lapisan udara yang memburam. Mengisyaratkan bahwa hanya ada dua kenyataan, kereta lepas memburam masuk ke dalam lekuk uap udara atau kelopak matanya yang melapiskan genangan. 

Kereta yang mengangkut pujaan hatinya itu seakan berhenti menggoda dikehilangannya. Lelaki yang disukainya setengah mati memang datang dan pergi seperti sebuah pintu. Membuka dan menutup, menjalankan batas waktu yang tidak pernah panjang. Lelaki bernama Boi itu harus berlaku demikian untuk memenuhi naskah akan lahirnya satu cerita.

Bunga dan Boi memang dilahirkan dengan rasa yang tebal di masa kecilnya, yang kemudian menjadi berbeda ketika menginjak matahari. Keremajaan mereka berdua dipenuhi perubahan rasa yang komplit layaknya perambahan warna. Dari warna kebutuhan persahabatan, merekah menjadi kebutuhan asmara yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. 

Berawal di akil balik usia, ada ruang cinta yang menyeruak tidak terhindarkan, mereka pun jatuh cinta sehabis sekian lama usai menghabiskan ruang kanak yang menyenangkan. Bunga dan Boi saling terpesona, namun mereka menyimpannya rapat-rapat karena adat. Mereka berbicara sedikit dari rasa hati yang begitu meluber, kerna himpitan orang tua yang patron. Ini menyakitkan sekaligus menyenangkan, ketika luapan kalbu harus berlomba saling mendahului untuk ditumpahkan.

Hingga tiba di batas ketakutan, Bunga menghadapinya di setiap kedatangan dan kepergian kereta sampai sekarang. Waktu memang menjadi berpapasan dengan kengerian dan keindahan. Tahun demi tahun akan tersaji di depan matanya. Bunga sudah melihatnya.

Semenjak Boi menimpakan kedua tangannya di telapak halusnya. Di pinggiran setasiun yang tersaput hari berkabut, Boi harus berpindah bersama orang tuanya. Bukan itu saja, dia berterus terang soal masa depan urusan perjodohan pilihan keluarga akan membuat irisan mendalam pada cinta mereka. Bunga harus menguraikan air matanya saat itu. Betapa cinta sangat indah namun begitu banyak menyengsarakan. 

Namun itulah cinta, begitu banyak yang harus ditanggung  tak sebanding dengan kisah-kisah yang pernah diceritakan buku. Dan cinta adalah pengorbanan yang selalu mengintai dan tidak bikin kapok, seperti kecintaan kepada kompasiana meski sudah sering dibilangin juga. Cinta tak harus bersatu, begitu judul usang yang menghibur walau tampak klise.

Kepergian Boi bukan kepergian cinta, bisik Bunga kepada kekasihnya juga kepada seluruh semesta. Dan lelaki tersayang itu mengangguk bersedia akan menyimpannya rapat segala rahasia, mengingat masa depan yang hanya separuh miliknya. Yes! Boi harus menikah dengan jodoh plihan keluarga namun cintanya hanyalah buat Bunga, cinta yang satu, kerna jika cinta ada dua itu 'fake' atau kubu abal-abal.

Di ujung perpisahan Boi mengiklankan bahwa dia akan menyintai Bunga selamanya, seumur hidupnya. Sedang Bunga tak pernah berucap kerna hatinya memang sudah merupa cinta yang klasik yang sudah terpatri sejak di silam.

Selanjut cerita adalah kesepian Bunga. Menjalani kehidupan dan cinta yang kerap ditengok kesendiriannya. Membuat Bunga memutuskan menjadi penyendiri dan banyak menulis puisi untuk diri sendiri tanpa publikasi. Bunga menjadi seperti perempuan pertapa yang sehari-hari membicarakan semesta diantara derita cinta mas Boi. 

Tahun demi tahun menjalani cinta bukan masalah sepele, apalagi dengan Boi yang sudah berumah tangga. Lalu cinta menjadi tersembunyi dan menampakkan rupa yang lebih tajam, yang diantaranya mereka masih bertukar kabar-kabar biasa namun terasa menyimpan bara. Tak ada kehadiran fisik, tak lantas melenakan cinta meski kadang melelahkan. Kadang tempo kehadiran cinta berkurang dan meredup, kadang pula membara.

Hingga satu kali Boi datang ke kota kecil mereka dan bertemu kekasih sejatinya, Bunga nan indah. Katanya untuk mengulangi cinta setia seusia hidup, cinta hingga maut memisahkan. Bunga menatap wajah lama cintanya, betapa panjangnya perjalanan, namun hanya berupa potongan.
Wajah kedua penyintas  ini sudah semakin menua dan harus kadang membuka lemari kenangan untuk menyentuh keutuhan perjalanan silam cinta mereka.

"Teramat banyak pengorbanan dan kehilangan.." kata Bunga di depan kekasihnya.

"Bertahanlah untuk cinta selama hidupku.." balas Boi. Bunga merangkul Boi, wajah berumur mereka semakin saja berjarak namun tidak dengan cinta nmereka. Bunga mengikrarkan bahwa bila Boi menyintainya selama hidupnya, jelas itu tidak akan lama. Bagaimana seandainya Boi mati?  Berarti selamanya itu adalah waktu yang singkat.

"Aku akan mencitaimu saja dan menjalaninya .." bisik Bunga.

Membuat Boi merenung tentang cinta yang putus nyambung, kadang ada kadang hilang. Apalagi cinta seumur hidup tetap saja merelasikan waktu bahwa seumur hidup itu mungkin hanya waktu yang singkat. Hidup kita tidak pasti, mencintai selamanya atau seumur hidup , mungkin saja hanya sampai minggu depan. Lalu mau kemana cinta kedua mahluk ini. Jumlah waktu ini mungkin terlalu singkat untuk menunjukkan kedalaman cinta yang dirasakan Bunga. Namun Bunga sudah memikirkannya, tentang cinta yang tak terhenti, baik oleh pengorbanan, kebosanan ataupun kematian.

Kedua insan itu terdiam. Didepan rel kereta bisu yang melengkung menjauhi. Entah berapa tahun kedepan mereka bakal berjumpa kembali, namun Bunga telah mempersiapkan.

"Aku akan memperpanjang cinta tahun demi tahun, seperti sewa atau tambal sulam" Bunga berkata sambil meremas lengan lelakinya.
Boi menatap kekasihnya lalu mengambil bunga yang sejak tadi ada digenggam Bunga.

"Biarkan saja frase cinta kita yang kadang terpotong disambung dengan sekuntum bunga" pinta Boi.
Bunga mengangguk dan melepas lagi untuk kesekian kali kepergian Boi bersama kereta yang lagi-lagi larut kedalam uap udara yang meliuk-liuk.

Sementara hari ternyata sudah menjelang senja, waktunya Bunga pulang. Setelah dirasa penyambungan cintanya telah dikerjakan, persis seperti yang dikerjakan saat dia menyambung 'fabric' kotak-kotak karpet yang terpotong dengan jahitan kain kotak lain di ruang tamunya.
Sekarang waktunya pulang untuk menulis puisi, setelah dipastikannya bunga di makam itu telah digantinya dengan sekuntum bunga yang segar, sebagai bahan penyambung cinta dari tahun ke tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun