Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan di Pondok

1 Maret 2021   15:24 Diperbarui: 1 Maret 2021   15:49 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Tara McClean from Pixabay

Sebagian dari hari sesudahnya saya hanya bisa merenungi ruang, baik itu ruang yang terpenuhi atau ruang kosong hanya ada satu rasa yaitu sepi. Kepergian yang kamu katakan tak lama ternyata menjadi bayangan tak terbatas. 

Saya mencari di tujuan yang kamu beritakan yaitu kebun yang kamu tekuni semenjak gadis hingga sarjana, tak juga bersua. Berminggu saya menanti di tanah kebun, tapi tak juga berkunjung wajah ayu mu. Hanya tanaman hijau segar yang seperti enggan melayu, merona hati saya. 

Di manakah kamu Lupita? Kerna bermacam kereta sudah saya silang dan perjalanan awan tak pula embun membawa kabar tentang kamu. 

Sampai akhirnya saya mesti masuk kembali ke Pondok yang baru empat puluh hari kita beli. Pondok yang selalu dilewati matahari terbenam mengguyurkan warna oranye dari langitnya yang berjubah ungu dan merah muda lengkap dengan ornamen yang berapi-api, jatuh di dinding dan atap. Seperti saya bilang kepadanya. 

"Istriku, rumah baru kita selalu di lewati matahari pulang". Dan kamu selalu tersenyum, sambil membuka kunci pintu muka dan melangkah masuk ke dalam. 

"Ya. Mentari pulang membawa cahaya surut. Apakah bangunan-bangunan sekitar menyebabkan cahaya memudar?" Bibir delima kamu merekah mengalahkan merah darah mentari turun. Lalu semua mengenai kedua pipi kamu yang terbayang seperti biografi. 

"Seandainya kamu pulang, Lupita?"

Saya memutar kunci sehabis banyak membuang jam, mematung di halaman sunyi depan, melangkah gontai memasuki ruang tamu yang remang. Ketika saya memutar terang lampu ruang tengah, saya tertegun mendapati kamu telah terduduk di sofa kesukaanmu.

"Lupita..?" Hati saya berdebar menyentuhnya.

"Maaf ya, Bang. Aku meninggalkan abang tanpa berita.." Katanya sesal dan saya mendekapnya erat. 

"Saya mencarimu saban hari tanpa jeda, tapi sudahlah, sayang.."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun