Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita dan Burung Kecil

1 Februari 2021   22:47 Diperbarui: 1 Februari 2021   22:53 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi membuai bagai biasanya. Matahari berselang-seling mengirimkan garis-garis cahaya berebutan dengan embun sisa, terdispersi menjadi warna warna prisma. 

Temperatur yang median terasakan sejuk nan tajam. Taklah perlu memakai baju hangat meski musim menjelang masuknya pancaroba yang terkadang menghembuskan sepoi angin. 

Pohon-pohon mahoni yang di kemarau kemarin membosankan, kini mewarna jingga bertubi-tubi, rapih berbaris hampir di sepanjang jalan dan taman. 

Tanaman di taman juga mengikuti seniornya, mewarna tanggung yaitu campuran hijau dan magenta. Rumputnya pun menjadi ruang permadani hijau, warnanya alam seperti kebanyakan warna hijau kompasianer. 

Menepikan rumput biru yang baru saja sekejap bersama kemarau lewat, rupanya biru dari langit yang bening telah disesaki awan di bawahnya, sehingga terlihat biru tumpul yang terkadang norak. 

Musim basah akan segera jatuh, mendatangkan akar awan yaitu air, terlihat santai tak hendak tergesa, begitu juga angin tidak grasa-grusu menilai kekuatan daun-daun seakan memberikan waktu yang cukup untuk berganti warna. Bunga-bunga yang ditanam pemerintah mulai unjuk gigi, di sehabis kemarau, mereka mulai mempertanggungjawabkan kemekarannya. 

Meski embun belum sepenuhnya turun, para kuncup mempertahankan kesegarannya dengan gembira. Meski kupu-kupu masih malas mengelupaskan kepompongnya dan hanya menghadirkan rama-rama muda, bunga bersikeras memekarkan diri. Meski kumbang masih tidur di lumbung madu, bunga mekar semerbak menantang lelaki lebah. 

Burung-burung tampan yang belum pulang sehabis bepergian bersama angin selatan, pula belum bermanuver kembali terbang berbarengan  angin mudik, yaitu angin utara.

Hanya  beberapa burung kecil yang memang tinggal di sekitar taman tertambat lesu, barangkali mereka mulai kedinginan. Lebih banyak mematung di pegangan bangku tangan, seakan berharap remah-remah dari pengunjung taman yang baik hatinya. Paras burung kecil itu pias, tubuhnya tampak lurus karena begitu kurusnya, kedua bola mata menirnya hanya berwarna kelabu. 

Tulang-tulang sayapnya begitu nyata seperti kehilangan bulu bersisirnya. Mereka menunduk pasrah tidak meminta, namun menunggu pemberi remah yang mulai langka. 

Memang masih sunyi, penikmat taman sudah tersisa satu dua, itu pun lansia. Inilah pagi! Siapa yang hendak membuka pagi?  Meresmikan mentari?  Bunga? Enggaklah! Burung kecil tak hendak mengerling, matanya terdiam ke satu arah saja tidak sepaham. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun