Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengelabui Virus

5 April 2020   17:00 Diperbarui: 5 April 2020   17:11 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

Kepasrahan akan jiwa yang ikut 'survive' melewatkan malam memasuki ke hari pagi, membuatku untuk bisa lalu tertidur. Kulepaskan tidur kepada alam, kubiarkan saja apakah dalam tidur, jiwaku tetap berdiam dirumahnya atau dia mau pergi bermain. Hanya penyelamatan yang mencukupilah pada akhirnya yang menentukan. Apakah aku lolos melewati malam dan masuk ke hari pagi baru. Kupikir ku harus bertahan dan diselamatkan. Dan lalu ku pun terlelap.

Entah tepat nya pukul berpakah, kupikir pagi belumlah merekah. Mungkin sekitar pukul tiga dini. Ku terbangun dengan napas yang sedikit ringan. Antara setengah sadar ku lepas masker oksigenku, meski sedikit melayang, ku coba untuk duduk bersandar dinding sisi dipanku.  Memandangi sekeliling dan tempat tidurku, dengan sedikit terperangah.  

Serasa tempat tidur ini telah mengantarkan ke tempat hidupku, melewatkan malam perjuanganku menembus pagi.  "Aku berhasil masuk ke pagi?" ku bergumam seperti kagum. Dan serta merta ku teringat dengan kawan sebelahku yang terlihat masih tanpa perubahan, malah terlihat nafasnya berjalan lambat satu demi satu. 

Sementara mesin ventilator masih terus mendesis bekerja ekstra. Jantungku berdegup, ketika ku tatap jam didinding ruang mengarah pukul tiga lima menit. "Apakah belum terlambat?" aku mendesis ragu. Namun tanpa membuang waktu, aku berlekas beranjak mendekat ranjangnya.  Kumiringkan kepalaku turun untuk mendengar degup jantungnya, dan seketika ku yakin bahwa perjuangan malamnya belum berakhir. "Masih ada sisa malam untuk menembus pagi. 

Belum terlambat!" aku berucap meyakinkan diri.  Segera kulepas selang ventilator dari tenggorokan dan membopongnya pindah keranjang tempat tidurku, kembali kupasangkan alat itu kembali. "Sabar kawan, kau akan bisa melewatinya, dan mendapat pagi kembali" kubisikan ketelinganya. 

Kulihat kerling matanya juga senyumnya meskipun lemah. "Tidurlah!" aku mengusap keningnya yang tak lama matanyapun terpejam. Begitu pula gerak nafasnya mulai terlihat kembali normal.  "Pakailah tempat kehidupan ku kawan. Agar kau bisa survive melawan malam" aku berucap di kalbu, menyemangati. Selanjutnya akupun kembali tidur, bertukar menempati' bed' nya, melanjutkan waktu sisa perjalanan ke pinggir pagi.

***

 Pagipun datang sempurna, ketika ku terjaga melihat petugas medik telah berada di tengah kami. Sementara ku lihat sang kawan sebelah sedang duduk di brankarnya, tanpa satu selangpun di wajah dan tubuhnya. 

Dia melihatku tersenyum, ketika perawat menembak jidatnya dengan 'thermometer gun', yang dilanjut kepermukaan keningku. "Bagus, bapak bapak!", kata perawat ber'hazmat' sambil mengacungkan jempolnya.  

Sebelum meninggalkan kami berdua, perawat itu berhenti, dan memeriksa papan nama pasien yang tergantung di brankar kami. Dia menatap kami bergantian. "Tertukar namanya ya pak?" sergahnya sambil segera mencopot dan menukarnya kembali, dan dia pun berlalu.

Sementara itu aku masih termangu berusaha mengingat akan mimpi semalam, bagaimana cara ku menukar papan nama pasien kami untuk mengelabui virus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun