Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Daripada UN, KM, Mendingan Mas Nadiem Bikin EE

22 Desember 2019   23:47 Diperbarui: 22 Desember 2019   23:59 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Logikanya jika sistem ujian akan di format serupa PISA, maka format kurikulum akan berubah secara radikal mengikuti kompetensi dari tiga pelajaran  literasi, matematika dan sains dengan porsi dominan. Dan sesuai dengan grade kompetensi yang ditentukan mas menteri yaitu kompetensi minimumnya, yang mungkin realistis sesuai dengan peringkat PISA kita yang dibawah 6 terbawah dari 79 negara.

Jadi selain mengganti kurikulum, juga memulainya dari grade yang rendah (minimum).  Mengganti dengan kurikulum PISA (sebut saja begitu), tentu akan merubah kualitas, struktur dan sebaran guru mata pelajaran yang sudah ada. 

Infrastruktur metode pengajaran harus berubah total dari semula formula atau hafalan kognitif menjadi penalaran seperti yang sudah diinisiasi pada UNBK dengan nama HOTS (Higher Order Thinking Skills), walaupun ini shortcut yang aneh, karena belum diterapkan sedikitpun pada metode belajar mengajarnya.

Jadi selain memberangus pelajaran pelajaran yang mungkin hanya sebagai filler, lompatan metoda dan perangkat infrastrukturnya harus mengarah ke level orde tinggi, yaitu analisis, evaluasi bahkan sampai creating.  

Memang kalo dipikir pikir lagi, utak atik system pendidikan dasar dan menengah ini bukan soal UN, karena ujian itu ada dimana mana dan disebarang waktu, bukan juga soal kompetensi minimum dan survei karakter, apapun sistemnya semua sangat bergantung kepada orangnya. 

Apakah nanti dengan asesmen baru akan merubah wajah pendidikan kita lebih maju? Terus terang agakskeptis, mengingat perjalanan pendidikan kita yang bertahun kerap berganti system enggak pernah naik kelas. Selama tiada revolusi mental pendidikan, kelak system apa aja, hanya menjadi perangkat dibibir saja.

Selayaknya Nadiem meniru mentri Erick, berbenah ketitik riel dan cerdik. Tadinya aku berharap sebagai tokoh milenial rintisan yang cadas, harusnya membuat system digital untuk kontrol perangkat, infrastruktur, dan semua stake holder dari belajar mengajar. 

Sederhananya, misal aku sebagai orang tua dari seorang anak SMA, bermimpi, bisa memiliki aplikasi plat merah untuk mengetahui banyak hal tentang, dengan sekali klik, bisa tau guru yang mengajar siapa, ulangan dan hasilnya berapa, gurunya ngajar apa enggak, siswanya belajar apa cuma nongkrong nongkrong gak ada pelajaran, field trip atau piknik, diknas ngontrol enggak, dan lain lain. 

Sehingga semua stake holder satuan pendidikan dan networknya ke diknas dan pusat, bisa diakses oleh semua,  lalu bisa segera dilakukan evaluasi atau dilakukan koreksi bahkan direformasi.

Jadi Mas Nadiem lebih baik menciptakan misalnya EE, Electronic Education, yang memuat segala data yang bisa diakses oleh semua stake holder untuk bisa mengontrol orang kerja bener apa enggak gitu. 

Ketimbang utak atik system UN, mungkin juga nanti kurikulum, yang tak lebih pengulangan dari pendahulunya, hanya berkesan milenial saja, lebih baik dengan EE ini, lebih riel guna membereskan manajemen sekolahan, kualitas guru dan kualitas eksekutif pendidikan pusat- daerah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun