"Seperlunya pak Tomi, kita akan membantu sampeyan. Jangan sungkan" pak RT menatap Tom seperti memohon gimana gitu, karena Tom terlihat kelu dan lusuh.
"Pak RT..."
"Iya iya bagaimana..?"
"Saya..."
"Iya..iya bagaimana?"
"Saya ingin ke surga, pak RT.."
Gdubrak! Jantung pak RT terkesiap, namun masih menyimpan kaget, pak RT mulai merasa bisa memahami, menurut pikirannya. Dia pun merapatkan letak duduknya menempel Tom.
"Eling pak Tomi. Saya ngerti rasa hati sampeyan. Tapi ndak boleh seperti itu. Pasrah dan banyak doa. Meski sampeyan sekarang sebatang kara, kami warga siap menjaga dan membantu sampeyan. Ndak pareng putus harapan model begini..ya.." Pak RT menasehati.
"Saya sudah tidak kuasa lagi tinggal di rumah tua ini pak RT.." Tom menjelaskan lirih.
"Ssshhh.. tidak ilok. Rumah sampeyan ini rumah tembok bagus lho. Sapa yang kata rumah tua? Sudah pokoknya begini saja, pak Tomi ndak usah kebanyakan nglangut. Besok saya temani saja sampeyan nyekar istri sampeyan sekalian ke makam ibu sampeyan, kan bersebelahan to? Minta doa agar pak Tomi tenang dan adem"
"Tapi.. maksud saya.."