Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ruang Kecil

23 Maret 2019   00:03 Diperbarui: 23 Maret 2019   00:10 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak itu aku kurang tau perbedaan siang dan malam, pasnya aku silap kapan waktunya. Seperti orang buta?  Tidak juga, kerna aku kemusnahan salah satu sensor indera rasa. Rasa violet mentari dipermukaan kulit tidak mau bekerja lagi, yah, aku kepunahan rasa panas matahari dipori pori yang memberangkatkan otak menggambar bulat mentari. 

Angin? Sama saja. Kulit mukaku kehilangan hembusan rasa dan aku tak juga paham kapan sang angin menerpakan sinyalnya.  Mungkin dari helaian rambut? No way, kerna aku sudah berkepala gundul.  

Itulah, aku kehilangan sebagian alam, sinar, udara, hujan, mentari, bintang, rembulan, eheh.. banyak juga yah? Aku tidak layak. Jadi serupa tikus got, yang hanya berlari mendengus bau dan menerjang lembab. Persis! Badanku ceking, yang besar hanya rusuk dan jakun, meski lenganku kecil tapi liat dipenuhi kapalan, terutama siku dan ujung jemari.

Oh iya, aku juga pernah batuk berkepanjangan, terlebih malam. Waktu masih diatas  aku di vonis tbc, terapinya tak berujung, hingga menghapus probiotik tubuhku kerna overdosis antibiotik. Lalu kamu tau kan, perut bawah kananku nyeri dan itulah usus buntu, salah satu yang disebabkan oleh antibiotik yang masif. Makanya aku selalu memakai pakaian tebal dan ubel ubel dileher, tidak hanya buat menahan gigil namun pula menyamarkan tubuhku yang kering.

Entah sudah yang keberapa likuid didalam paru paruku disedot keluar aku lupa, yang kuingat rasa sakitnya yang memang luar binasa. Aku sendiri tak berkewajiban memilih penyebab yang paling berwenang yang melemparkanku masuk keruang ini. Dokter masing masing hanya bicara sesuai ilmu hayat, aku sendiri buram, apa karena paru paru, jantung, ginjal, appendiks. Pokoknya kompleks, namun yang jelas kurasakan adalah susah bernapas. Katanya inilah yang terbaik aku didislokasikan disini saja,  demi kabaikan keluarga dan kerabat juga diriku sendiri, yang dipercaya bisa  menyelamatkanku akhirnya kelak.

Dulu diawal ketika mulai mendekam , aku memakai setelan lengkap kain wol satu warna, hem dalam berkelir putih pucat dan dasi hitam mengkilat mengikat rapih dileherku. Sepatu boot kulit soklat lancip berkilat. Tampan sih bilangnya, seperti pengacara kasus kakap.  Meski aku tak begitu hepi, aku cool saja, tak hendak berguncang untuk menjaga perasaan mereka,ibu bapa. Namun seiring masa, aku merasa lebih ringan dan kasual, aku hanya perlu mengganti baju hangat dan scarf untuk menahan uap air lembut yang kadang meresap menyapu ruang kecil suramku.

Oh iya, meskipun mereka menyertakan laptop kesayangan keruanganku, namun tak tau kapan aku sanggup menjalankannya. Ruas jemariku beku dan kaku untuk menarikannya dipermukaan kibor. Aku hanya menunggu, entah hingga kapan. Hanya bisa menatap meratapi dan menangisi , tak lagi bertenaga untuk bisa menulis di Kompasiana, satu satunya lembar situs yang selama ini kuanggap sebagai tambatan hati. 

Banyak lembaran lembaran hati yang terekam disana, meski tak semua kukirim. Namun ditempat kelam ini aku seperti merekam bahwa semua lembar tulisanku akan terbaca, baik yang terkirim pada beyond blogging maupun tulisan yang kurasa jelek yang tak pernah  jadi kukirim. Semuanya terbaca sama terangnya tak tersembunyi.

Mmmmhhh.., kelihatannya sudah pagi,  kerna pendengaranku , satu satunya indera meski sayup,  menangkap diatas sana terdengar suara doa.

Indera ciumku pun membaui bunga tabur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun