Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Di Toko Buku

3 Agustus 2017   11:08 Diperbarui: 4 Agustus 2017   13:14 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasti bapak pernah mengantarkan anak bapak ke toko buku, entah mencari buku pelajaran, entah buku cerita entah pula buku komik atau entahlah. Apakah menyenangkan? Tentu saja, bapak dan anak sangat menyenangkan memiliki hubungan yang termediasi dengan buku anak yang ribuan judul, dengan banyak klasifikasi dan strata. Dari perihal manusia, binatang, tumbuhan atau sayur, sampai bumi dan antariksa semua dipaparkan secara sporadis dan detil, sehingga saling berdempetan atau mungkin overlap, antara jenis buku atau jenis penerbit atau bahkan sesama penerbitpun.

Mencoba memilihkan buku yang cocok di tengah hamparan buku anak ber warna warni dengan judul utama beserta subjudul yang mendetil memang bukan perkara mudah. Terlalu cepat menentukan pilihan, bisa jadi dikira sok tunjuk, atau sok tau atau mungkin sok kaya. Sebaliknya terlalu lama menentukan pilihan bisa jadi bapak dikira kurang pintar atau mungkin malah sok pintar.

Apalagi jika anak bapak tak acuh dengan pilihan bapak dan mengerenyitkan jidatnya, ini bapak mau apa sih? Posisi serba salah akan membuat bapak sedikit kurang pede dan menjadikan bapak akan sedikit setres, lalu berhalusinasi seakan mengalami hujan buku yang deras menggenang disekitar bapak. Ini bisa membuat bapak sedikit oleng, hilang keseimbangan. Namun jangan grogi, buat menetralisir pandangan norak dari anak bapak atau mungkin pengunjung lain, bapak bisa kabur sesegera mungkin keluar dari environ ini. Misalnya ke area buku orang dewasa, maksudnya bacaan dewasa, bukan, maksudnya buku bapak bapak, seperti buku berbau politik, sejarah atau buku otobigrafi, dengan begitu bapak akan terselamatkan. Bukan itu saja, bapak akan segera bisa terlarut di dalamnya, menyelami buku yang lebih solid dan terfokus. 

Meskipun patron atau pola seperti buku anak anak mulai ditiru pada buku dewasa, seperti buku kisah tokoh gubernur, atau cagub, atau pengusaha, atau tokoh sejarah yang dulu tidak muncul, yang kalau dipikir enggak penting penting amat. Tapi tak perlu hirau, paling tidak, tidak sedahsat serangan buku anak anak. Mugkin malu, udah gede.

Barangkali di tengah keasyikan membaca, ping*, bapak teringat anak kesayangan yang juga asyik berselancar dengan dunia bacaannya. Ini bisa membuat bapak kembali resah dan nerves lagi, bertanya tanya dalam hati, anak saya beli buku yang mana ya, baguskah? cocokkah? bergunakah? Sia sia? Remeh temeh? Waduh. Segala rupa terbit di otak kanan bapak, sehingga mengganggu kenikmatan membaca di otak kiri bapak.

Bapak terus panik. Jangan. Bapak jangan kaya bapak yang kurang gaul, biarkan saja anak bapak mencari, dia tidak bakalan kesasar. Biasanya anak sekarang sudah tahu buku yang mau dibelinya, gak kaya kita kita, cepet gamang. Anak sudah terbentuk oleh medsos dari kecil di segala hal, apalagi cuman buku, paling yang dicari sekitar itu, yang trend dan nyambung. Udah deh, bapak tenang tenang aja.

Saya tau, mungkin bapak kepikiran lebih jauh lagi atau parno, meskipun ternyata lebih banyak buku anak terjemahan dari negeri asing yang percayalah manfaatnya pasti ada, mungkin lebih enrichment, meski belum tentu meng encourage, seperti buku cerita tradisi, bawang merah bawang putih, atau kisah wayang (menurut bapak?). Tapi sudahlah, gelombang ini begitu menyeluruh, mungkin ini konspirasi global di dunia terbalik (sinetron), tetapi tetap saja relevan seperti jaman bapak, tut wuri handayani, memberi support /dorongan dari belakang, namun sekarang dorongnyanya lebihan, lebih kuat, lebih menggeh, karena ternyata harga buku sekarang sangat tidak murah.

---

lwk20170803

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun