Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menguji Kecerdasan Joko Wi Dalam Memilih Kapolri

19 Januari 2015   23:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:48 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hingar bingar pengajuan nama Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, akhirnya untuk sementara terhenti seiring dengan ditunjuknya Komjen Pol Badrodin Haiti selaku Plt Kapolri.

Mencermati proses terpilihnya Budi Gunawan menjadi Kapolri, sebenarnya tak lepas dari manuver- manuver politik yang dilakukan Presiden Joko Wi. Kendati penuh liku, tetapi saya pribadi menganggap langkah Joko Wi cukup cerdas sehingga tak terperangkap oleh umpan- umpan yang dilontarkan politisi Senayan.

Bila dirunut dari awal, Budi Gunawan yang disodorkan ke Komisi III DPR RI sebenarnya tak lepas dari kekuatan politik yang sangat besar. Dalam menyikapi pressure pencalonan Budi Gunawan ini, Joko Wi tak mungkin mampu berkelit. Meski mengundang berbagai protes, mantan ajudan Presiden Megawati tersebut tetap diajukan. Hal itu sudah sesuai dengan Pasal 11 ayat 1 dan 2 UU No 2 tentang Kepolisian RI Tahun 2002.

Tak seperti saat pengangkatan Mentri di kabinetnya, dalam proses pengangkatan calon Kapolri, secara formal Joko wi tidak melakukan koordinasi dengan KPK mau pun PPATK. Akibatnya bisa ditebak, publik digayuti beribu tanya. Berbagai komentar miring menerpa Joko Wi. Seakan Joko Wi sudah melupakan segala janji- janji semasa kampanye untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan dsbnya.

Saya sendiri sangat tidak percaya kalau Joko Wi dalam menentukan nama Budi Gunawan tidak berkoordinasi dengan KPK mau pun PPATK. Secara formal hal tersebut memang tidak dilakukan, tetapi informal koordinasi pasti dilakukan. Langkah aman ini ditempuh agar dirinya mampu mengakomodir semua kepentingan serta memiliki alasan kuat atas terhambatnya pelantikan Budi Gunawan menjadi Tri Brata 1.

Sebagai orang nomor satu di Republik ini, rasanya sangat mustahil kalau Joko Wi tidak mengetahui bila Budi Gunawan tengah dalam genggaman KPK. Untuk itu, saat ada “kekuatan” besar menitipkan alumni Akpol tahun 1983 tersebut, Joko Wi tetap mengiyakan dan segera memproses pencalonan Budi Gunawan menjadi calon Kapolri.

Saya sendiri merasa geli kalau semisal Joko Wi mengaku tidak tahu bila Budi Gunawan tengah dalam bidikan KPK. Sebab, nama Budi Gunawan sudah masuk ke KPK sejak tanggal 23 Maret 2010. Hingga tahun 2013, saat Budi Gunawan masuk bursa calon Kapolri, KPK telah menggelar ekspose pertama atas penyelidikan isi rekening sang Komjen. Dugaan saya, Joko Wi sengaja melakukan pembiaran atas usulan calon Kapolri dan selanjutnya menggunakan KPK untuk mengganjalnya.

Masuknya nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, langsung direspon oleh Komisi III DPR RI. Tanpa hambatan yang berarti, Budi Gunawan mulus melewati fit and propertest yang digelar para wakil rakyat. Ini sedikit aneh, Komisi III yang tahu persis bahwa Budi Gunawan telah ditetapkan sebagai tersangka di KPK, namun tetap diloloskan.

Sikap politisi Senayan yang tanpa berbelit langsung meloloskan Budi Gunawan sebenarnya layak dicurigai. Analisa saya mengatakan, Budi Gunawan sengaja dijadikan umpan oleh para politisi untuk menimbulkan persepsi bahwa Joko Wi keblinger dalam memilih Budi Gunawan. Selanjutnya, kekeliruan itu akan direspon dengan langkah politik lainnya.

Hingga Budi Gunawan dinyatakan layak sebagai Kapolri, maka bola panas segera dikembalikan kepada Joko Wi. Tentunya, ekspektasinya Joko Wi secepatnya melantik Budi Gunawan. Sayang, bola panas yang dilempar tak diterima dengan ceroboh. Di sinilah kecerdasan Joko Wi teruji. Umpan yang terlanjur disodorkan tidak serta merta ditelan.

Dengan dalih Budi Gunawan biar fokus menghadapi persoalan hukum yang ada di KPK, maka Joko Wi menunjuk Badrodin Haiti sebagai Plt Kapolri. Tentunya hal ini sesuai dengan konstitusi. Secara halus Joko Wi mengatakan bahwa pelantikan Budi Gunawan tidak dibatalkan, tetapi hanya ditunda. Tak pelak, dengan penundaan tersebut, politisi yang bersebrangan dengan Joko WI harus segera menyusun skenario lain.

Pertanyaannya, sampai kapan pelantikan Budi Gunawan ditunda ?Dengan teori apa pun, pertanyaan itu susah dijawab. Sebab, masyarakat tahu persis, siapa pun yang sudah ditetapkan menjadi tersangka di lembaga yang dipimpin Abraham Samad, tidak ada satu pun yang lolos dari jerat hukum. KPK yang tak mengenal kamus SP3, bisa dipastikan bakal membatalkan Budi Gunawan untuk menduduki orang nomor satu di korps Bhayangkara.

Kendati Joko Wi sudah bermain cantik dalam pencalonan Budi Gunawan, tetapi di mata saya, ia juga melakukan sedikit kekeliruan cukup fatal. Dalam pasal 11 UU No 2 tentang Kepolisian RI tahun 2002, khususnya di ayat 1 dan 2 secara jelas disebutkan bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.

Nah dalam pemberhentian Jendral Pol Sutarman, saya tidak melihat adanya persetujuan DPR. Keriuhan di Komisi III hanya sebatas pada pencalonan Budi Gunawan. Sementara pencopotan Sutarman nyaris diabaikan. Ada apa dengan pencopotan Sutarman ? Lantas kenapa politisi Senayan tak pernah mempersoalkannya ?

Memang, dalam pencopotan Sutarman sebagai Kapolri, Joko Wi bisa berlindung di Pasal 11 ayat 5 UU No 2 tentang Kepolisian RI Tahun 2002. Di mana, dalam keadaan mendesak , Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat Plt Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan DPR RI. Hanya persoalannya, keadaan mendesak itu terletak di mana ?

Sutarman yang harus pensiun di bulan Oktober mendatang, nantinya akan menjadi Jendral Polisi satu- satunya yang menyandang status tanpa jabatan. Meski hal ini bukan yang pertama kalinya terjadi di Kepolisian RI, namun, hendaknya Joko Wi harus segera mengambil langkah yang bijak untuk menentukan nasip Sutarman selanjutnya. Jangan sampai seorang Jendral berkantor di Trunojoyo tetapi tak melakukan pekerjaan apa pun. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun