Menjelang perayaan hari Natal 2018, para personil Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga yang saban dua minggu membagikan puluhan paket sembako untuk kaum duafa di Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali tetap merealisasikan agendanya. Seperti apa perjalanan mereka menembus pelosok pedesaan, berikut catatannya.
Relintas yang merupakan salah satu komunitas sosial di Kota Salatiga, sepertinya enggan melewatkan hari liburannya dengan mengabaikan para duafa yang sudah menjadi orang tua asuhnya. Minggu (23/12) pagi, mereka membagikan 16 paket sembako dan bingkisan Natal, baik di Kota Salatiga sendiri, Kabupaten Semarang serta Kabupaten Boyolali.
Kebetulan, dalam kesempatan ini, duafa yang memperoleh bantuan merupakan duafa katagori satu, yakni orang yang saban dua minnggu sekali diberikan donasi sembako senilai Rp 100.000. " Di luar katagori satu, terdapat duafa katagori dua yang hanya menerima bantuan paket sembako satu kali dalam sebulan," kata Bambang Setyawan, penanggungjawab Relintas.
Karena jelang Natal yang didistribusikan hanya 16 paket, maka relawan dibagi menjadi 3 tim. Tim 1 dipimpin Amini, relawan asal Boyolali, tim 2 digawangi Agong Wee dan tim 3 dikomandani Bamset sendiri. Karena cuaca mendung, otomatis medan paling berat harus ditempuh tim 1. Pasalnya, untuk menjangkau wilayah Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali perlu melalui perjalanan sejauh 25 kilometer.
Pk 09.00 seluruh tim sudah bergerak ke sasaran masing- masing, di sinilah mulai muncul haru biru yang muncul secara spontan di antara relawan dengan duafa yang ditemui di rumahnya. Saat tim 2 masih dalam perjalanan, tim 2 telah berada di kediaman Markamah (75) warga Dusun Gading RT 1 RW 2, Desa Tuntang, Kabupaten Semarang. Perempuan renta yang tuna netra tersebut, kesehariannya hidup bersama kakak iparnya bernama Kasmi (80).
Empati Permanen
Tim yang dipimpin Agong sendiri, selanjut bergerak ke rumah Samini (65) duafa yang tinggal di Sikunir RT 5 RW 7, Berkas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Kendati hanya 1 paket yang perlu diantar, mereka tetap menempuh perjalanan hampir 20 kilometer. Sebab, terjadi kemacetan libur Natal, sehingga mereka memilih lewat jalur Bandungan (memutar). Â " Tak masalah, yang penting bu Samini bisa tersenyum, " ungkap Agong yang tubuhnya penuh tatto tersebut.
Sementara Agong meneruskan perjalanan, tim yang dipimpin Bamset menemui Tumini (70) warga Dusun Karang Tengah RT 3 RW I, Desa Karang Tengah, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Perempuan duafa yang sejak dua tahun belakangan menjadi tuna netra  dan hidup di kamar berukuran 2,5 X 4 meter itu, berulangkali mengguyur relawan dengan berbagai doa.