Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Saya Memang Buta, tapi Saya Punya Tuhan

19 November 2018   14:49 Diperbarui: 20 November 2018   11:12 1746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbah Surip , tuna netra yang tegar dalam hidup (foto: dokpri)

Memasuki musim hujan ini, akhirnya Surip (75) warga Pendem RT 04 RW 3, Ledok, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga bisa bernafas lega. Atap rumahnya yang tiap diguyur hujan bocor semua, telah diperbaiki oleh para relawan Lentera Kasih untuk Sesama (Lensa). 

Seperti apa nestapa yang mendera perempuan duafa sekaligus tuna netra tersebut? Berikut penelusurannya, Senin (19/11) sore.

Namanya sangat singkat, yakni Surip tanpa embel- embel apa pun. Sejak lahir, perempuan yang biasa disapa dengan panggilan mbah Surip itu sudah menyandang status sebagai tuna netra. Warna warni isi dunia, baginya sama saja, gelap gulita. Sepeninggal ibunya sekitar 5 tahun lalu, dirinya hidup sendirian di rumah berukuran 3 X 3 meter.

" Rumah ini yang membangunkan pak Ketua RT bersama warga sini, dulu hanya satu kamar saja. Kemudian diperluas menjadi ukuran 3 X 3 meter," ungkap mbah Surip saat saya temui di rumah mungilnya.

Mbah Surip di rumah mungilnya berukuran 3 X 3 meter (foto: dokpri)
Mbah Surip di rumah mungilnya berukuran 3 X 3 meter (foto: dokpri)
Mbah Surip yang bertubuh kurus, sepertinya memang kurang asupan gizi. Maklum, untuk makan sehari- harinya lebih banyak mengandalkan pemberian warga. Belakangan, khususnya dua bulan terakhir ini, saban pagi dirinya dipasok nasi plus sayur oleh relawan Lensa yang bernama Aslinda.

Menempati rumah minimalis yang berdiri di atas lahan milik TNI AD, status mbah Surip hanya menumpang hidup. Selain ke gereja, dirinya tak pernah keluar rumah sekedar ngrumpi ke tetangga. Baginya, lebih baik mengeram diri di rumah dibanding harus ngobrol yang tiada jelas juntrungnya. "Apa lagi untuk berjalan saja kan repot banget," kata mbah Surip yang buta huruf.

Menurut mbah Surip, sebelum menempati rumah mungil tersebut, puluhan tahun yang lalu, ia tinggal di rumah almarhum orang tuanya. Sayang, warisan itu dijual saudaranya sehingga dirinya pun terlunta- lunta. "Saya saat itu tidurnya di kebun orang, di bawah pohon kelapa. Kalau hujan berteduh di teras orang, kalau sudah reda kembali gelar tikar," ungkapnya.

Relawan Lensa tengah memperbaiki rumah mbah Surip (foto: dok pri)
Relawan Lensa tengah memperbaiki rumah mbah Surip (foto: dok pri)
Cukup lama mbah Surip hidup terlunta, hingga akhirnya, pihak warga membuatkan bangunan sederhana di lahan yang ditempatinya sekarang. Awalnya hanya berukuran 2 X 1 meter, namun, atas inisiatif Ketua RT setempat, akhirnya diperluas menjadi ukuran 3 X 3 meter. "Setelah tinggal di sini, pak RT mau pun keluarganya sering membantu kebutuhan saya sehari- hari," jelasnya.

Seperti galibnya orang yang tinggal di satu rumah, mbah Surip juga rajin membersihkan ruang dalam. Kendati dua matanya tak mampu melihat, namun kondisi rumahnya terlihat bersih. Begitu pun dengan memasak,  dirinya kadang kepingin masak nasi atau sayur. Menggunakan tungku kayu, cara menghidupkan api pun sekenanya. Hasilnya ? Lebih kerap gosongnya dibandingkan tidaknya.

Perihal kesendiriannya, hidup tanpa kerabat satu pun, mbah Surip yang sepanjang hidupnya belum pernah menikah ini mengaku, belakangan ia memiliki banyak saudara. Yang dimaksud saudara adalah para relawan yang sering datang mengunjunginya, mereka semua dianggapnya sebagai saudara yang memiliki empati terhadap dirinya.

Mbah Surip di tengah para relawan Lensa (foto : dok pri)
Mbah Surip di tengah para relawan Lensa (foto : dok pri)
Rajin Ibadah
Ada pengalaman mengesankan saat mbah Surip saban hari tidur di bawah pohon kelapa, di mana, sudah menjadi hal yang lumrah bila pelepah daun kelapa kering sering berjatuhan. Begitu pula dengan buahnya yang mongering, kadang jatuh tanpa mengenal waktu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun