Darmi (63) janda sebatangkara warga Dusun Kebondowo RT 02 RW I, Tlompakan, Tuntang, Kabupaten Semarang benar- benar sangat menyedihkan. Selain didera kemiskinan akut, ia juga menderita penyakit kanker kelenjar getah bening. Celakanya, keberadaannya terabaikan.
Perihal nasip tragis yang menimpa Darmi, saya terima Senin (26/2) malam, di mana seorang warga Hermawan memberikan informasi bahwa di Desa Tlompakan terdapat janda dhuafa yang tengah menghadapi penyakit mematikan. Ironisnya, janda tersebut hidup sendirian di gubuk berukuran 2 X 2 meter. Hermawan berharap, ada relawan yang bersedia meringankan beban perempuan uzur itu.
Setelah mengantongi alamatnya, Selasa (27/2) siang, tanpa menunggu lebih lama, saya segera meluncur ke Desa Tlompakan yang berjarak sekitar 15 kilometer dari Kota Salatiga. Tak sulit menemukan rumah yang dihuni Darmi yang biasa disapa dengan panggilan mbok Darmi itu. Di lahan perkebunan milik PTPN IX Getas, terlihat rumah mungil berukuran 2 X 3 meter. Bangunan berbahan triplek tersebut, lebih mirip gubuk tempat beristirahat para petani.
Ruangan seluas 6 M2 itu merupakan tempat tidur, merangkap dapur juga berfungsi sebagai ruang tamu. Mbok Darmi terlihat tengah duduk di ranjangnya sembari memegang tisu untuk membersihkan luka di lehernya. Pipi sebelah kanannya sampai bibir membengkak hingga mengakibatkan sulit bicara, sementara di leher ada luka menganga berwarna merah kekuningan.
Tangannya saat berjabat tangan terlihat lunglai tanpa tenaga, rambutnya potongan pendek nyaris gundul, bukan mengikuti trend atau mode, namun, akibat dikemotherapi. Dari luka di lehernya, tercium bau spesifik campuran air dan nanah. Luka itu berulangkali diusapnya menggunakan kertas tisu.
Duh.., ya Allah, dosa apa yang ditanggung mbok Darmi sehingga diberi ujian sedemikian berat. Menurutnya, di tahun 2015 lalu, dirinya divonis dokter menderita gejala kanker kelenjar getah bening. " Waktu itu, saya masih bekerja sebagai pembantu rumah tangga di salah satu Yayasan di Gunung Pati, Kota Semarang," ungkapnya terbata- bata.
Karena penyakitnya mulai parah, akhirnya tahun 2016 mbok Darmi menjalani operasi di Rumah Sakit Umum (RSU) Karyadi, Kota Semarang. Diduga, sel kanker yang menggerogoti tubuhnya sudah mengganas, sehingga, paska operasi, kesehatannya makin memburuk. " Saya sudah menjalani kemotherapi  enam kali, penyinaran tiga puluh lima kali. Tetapi, belum juga sembuh," jelasnya.
Menurut mbok Darmi, harusnya ia seminggu sekali berobat ke RSU Karyadi, namun, karena dirinya sulit berjalan ditambah tidak ada orang yang mendampinginya, maka kewajiban berobat terabaikan. Bagaimana dengan warga setempat ? " Saya ini sudah seperti sampah, kehidupan di sini juga mirip dengan kehidupan kota, tidak ada kepedulian," ucapnya.
Mbok Darmi pernah menjalani kehidupan rumah tangga dengan seorang pria asal kabupaten Sragen bernama Tanto (70). Sayang, paska kematian anak semata wayangnya yang berumur 3,5 tahun, Tanto meninggalkan dirinya. Karena memang dhuafa, belakangan ia mendirikan gubuk di lahan perkebunan. Untuk kebutuhan air, dibantu tetangganya. Sedangkan buang hajat, dibuat WC ala kadarnya di lahan yang sama.