Kendati tak namanya tak sehebat Candi Borobudur, namun, keberadaan Candi Asu dan Candi Pendem yang terletak di Dusun Candi Pos, Sengi, Dukun, Kabupaten Magelang sangat layak jadi destinasi wisata bagi pecinta cagar budaya. Pasalnya, dua bangunan kuno tersebut terlihat eksotis di tengah persawahan. Seperti apa bentuk fisiknya, berikut penelusurannya.
Untuk menuju lokasi dua candi, dari Kota Salatiga yang berjarak sekitar 45 kilometer, sebenarnya bisa ditempuh melalui tiga jalur, yakni lewat Ketep Pass, Blabak Kabupaten Magelang atau melintasi Selo, Kabupaten Boyolali. Mengingat jarak terpendek jarak tempuhnya melewati Ketep Pass, maka siang ini saya sengaja memilih jalur ini. Usai memasuki wilayah Kaponan, segera ambil kiri meski kondisi jalannya naik turun.
Baru seperempat perjalanan, ternyata jalan menuju Ketep Pass tengah diperbaiki. Celakanya, perbaikan tak dilakukan di satu titik saja, akibatnya berulangkali dihentikan oleh warga setempat yang menjaganya. Setiap mobil yang melintas wajib bayar Rp 2.000, sedangkan motor boleh memberi seikhlasnya. Paling tidak, sebelum tiba di Ketep Pass, kendaraan dipaksa berhenti 5 kali. Yang membuat jengkel, setiap berhenti minimal membutuhkan waktu 10-30 menit. Sehingga, semisal melalui Blabak, Kabupaten Magelang diyakini telah sampai tujuan.
Selepas Ketep Pass, perjalanan relatif lancar hingga memasuki wilayah kecamatan Dukun. Sayangnya, akibat minimnya petunjuk (papan nama), terpaksa berulangkali bertanya pada warga. Hingga akhirnya, tak berapa lama telah tiba di jalan Dukun-Muntilan. Tepat di seberang bangunan SD, terlihat Candi Asu yang berada di tengah kebun. berdiri pada batur berdenah bujursangkar dengan panjang yang tersisa 7,47 meter, lebar 7,94 meter dan tingginya sekitar 4 meter.
Kurang lebih 10 menit berada di Candi Asu, muncul seorang laki-laki berumur 45 tahun. Ia mengaku bernama Jumat, sehari-hari bertugas merawat bangunan kuno tersebut. "Selain candi ini, juga ada Candi Pendem dan Candi Lumbung yang terletak Dusun Tlatar, Kelurahan Krogowanan, Kecamatan Sawangan. Tiga candi itu satu dengan yang lainnya saling terkait," ungkapnya.
Pria ramah yang sudah merawat candi selama 27 tahun itu, tak membantah keterangan yang dibuat BPCB Jawa Tengah tentang penyebutan nama candi. Hanya yang ia ketahui, penyebutan nama Asu, diduga dari kata Aswa yang artinya tempat peristirahatan. Karena masyarakat sulit mengucapkan Aswa, akhirnya biar mudang disebut Asu.
Menurut Jumat, bila menilik bentuk bangunan Candi Asu, maka keberadaannya diduga terkait dengan masa peralihan Hindu ke Budha. Di mana, kendati secara keseluruhan dibuat menggunakan balok-balok batu yang disusun rapi, namun masih terlihat adanya relief bunga teratai. Sedangkan di bagian tengahnya, terdapat lobang sedalam sekitar 3 meter.
Jumat sendiri menyarankan, kalau sudah sampai Candi Asu, lebih baik sekalian ke Candi Pendem yang lokasinya berjarak 400 an meter. Karena ia bersedia menemani, akhirnya sarannya saya ikuti. Setelah berjalan kaki melalui jalur setapak, selepas perkampungan, kami pun memasuki areal persawahan. Lucunya, untuk menuju tempat yang disebutnya, kami harus melewati pematang sawah yang dipenuhi rumput gajah. Artinya, akses ke Candi Pendem benar-benar memang tidak ada.