Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merunut Jejak Kejayaan Hindu di Tuntang yang Terlantar

13 Oktober 2017   16:47 Diperbarui: 13 Oktober 2017   18:00 4055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yoni di Gumuk Mejid Candirejo Tuntang (foto: dok pri)

Jejak masa kejayaan kerajaan Hindu yang pernah menguasai wilayah Kabupaten Semarang, sepertinya banyak tertinggal di berbagai desa di Kecamatan Tuntang. Sayangnya, benda- benda cagar budaya berupa Yoni mau pun bebatuan lainnya mayoritas terlantar dan terabaikan.

Jumat (13/10) sore, saya sengaja merunut keberadaan beragam bebatuan sisa peradaban masa lalu itu. Kendati tak semuanya tertelusuri, namun sedikitnya terdapat tiga titik di dua desa, yakni Candirejo dan Kalibeji berhasil terendus. Yoni pertama yang dijumpai berada di semak belukar di sebelah timur Desa Candirejo yang berbatasan langsung dengan Kota Salatiga.

Yoni yang beratnya mencapai sekitar 1 ton itu, teronggok di antara belukar yang biasa disebut Gumuk Mejid. Tak nampak adanya relief apa pun, saat didekati, tercium aroma spesifik yakni pesing. Di bagian tengahnya, seperti galibnya Yoni pada umumnya, terdapat lubang berisi air hujan. Ironisnya, pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) juga tidak memasang pengumuman yang meligitimasi benda tersebut merupakan benda cagar budaya yang wajib dilindungi.

Belukar di Gumuk Mejid tempat Yoni berada (foto: dok pri)
Belukar di Gumuk Mejid tempat Yoni berada (foto: dok pri)
Masih di desa yang sama, namun beda lokasi, tepatnya di Dusun Karangpawon RT 04 RW 04, terdapat dua batu berupa Yoni dan lumpang dalam posisi tengkurap. Menurut warga, peninggalan sejarah itu sengaja dibalik karena genangan airnya menjadi sarang nyamuk. Seperti halnya Yoni yang pertama, di sini juga tak terlihat adanya papan pengumuman tentang keberadaan jejak kejayaan Hindu tersebut. Hal itu, tentunya sangat disayangkan sampai muncul tangan jahil yang merusaknya , untungnya bebatuan berada di pekarangan warga sehingga sedikit terawasi.

Seorang warga yang kebetulan melintas, sempat menjelaskan bahwa pihak pemerintah kabupaten (Pemkab) Semarang melalui Bupati Mundjirin awal tahun ini pernah berencana mendirikan museum purbakala yang berlokasi di bangunan eks kantor Kawedanan yang terletak di Desa Candirejo, Tuntang. Bila hal tersebut terealisasi, bisa dipastikan beragam bebatuan itu bakal terawat dan terselamatkan. Sayang, kendati rencana pendirian museum bakal direalisasikan tahun 2017, namun, hingga sekarang belum terlihat tanda- tanda akan dieksekusi.

Batu lumpang yang ada di Dusun Karang Pawon (foto: dok pri)
Batu lumpang yang ada di Dusun Karang Pawon (foto: dok pri)
Untuk Cari Nomor Togel

Berjarak sekitar 3 kilometer dari Desa Candirejo, tepatnya di Dusun Cebur, Kalibeji, Kecamatan Tuntang penelusuran berhasil menemukan Yoni berbahan batu andesit yang berada di depan rumah warga. Berbeda dengan yang ada di Candirejo, Yoni ini relatif terawat karena berada pihak terkait membangun gazebo untuk melindunginya. " Bangunan ini juga belum lama berdiri, sebelumnya ya hanya tergeletak begitu saja," kata Sriyatun (69) warga setempat yang tinggal di depan Yoni.

Batu Yoni di Kalibeji yang sudah terlindungi (foto: dok pri)
Batu Yoni di Kalibeji yang sudah terlindungi (foto: dok pri)
Menurut Sriyatun, setelah dibangun atap untuk melindungi Yoni yang biasa disebut Watu Gentong tersebut, pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Semarang juga memasang papan pengumuman mengenai larangan merusak, memindahkan mau pun mengambil benda cagar budaya ini. Rupanya, perlindungan bebatuan sarat sejarah itu belakangan juga mengundang kaum putus asa penggila judi togel. Di mana, pada malam- malam tertentu, mereka kerap menggelar ritual untuk meminta nomor buntut. " Lha wong batu kok dimintai nomer, itu sangat tidak masuk akal," kata Sriyatun sembari menunjuk bekas bunga serta rokok sebagai sesaji.

Sriyatun memegang Yoni di seberang rumahnya (foto: dok pri)
Sriyatun memegang Yoni di seberang rumahnya (foto: dok pri)
Demi melihat kondisi Yoni yang terlindungi ini, pecinta sejarah akan merasa gembira. Kendati begitu, jangan terburu senang. Sebab, berdasarkan penuturan Sriyatun, jaman dulu di sekeliling Yoni terdapat bebatuan berbentuk kotak. Entah apa sebabnya, batu- batu tersebut dipindahkan ke makam sesepuh Desa Kalibeji yang bernama Surodrono di pemakaman Amanah yang hanya berjarak sekitar 50 an meter. " Saya tidak tahu siapa yang memindahkan dan kapan dipindahkan," ungkapnya.

Usai mendengar penuturan Sriyatun, tanpa membuang waktu saya segera menuju ke pemakaman yang dimaksud. Di lokasi memang terdapat dua makam yang berbeda dibanding makam lainnya, di mana selain permukaannya lebih tinggi, di sekelilingnya terlihat bebatuan berbentuk kotak yang tertata rapi. Mungkin yang dimaksud makam sesepuh desa adalah ini, sebab, secara kasat mata nampak istimewa.

Salah satu makam yang dipagari bebatuan (foto: dok pri)
Salah satu makam yang dipagari bebatuan (foto: dok pri)
Entah pemindahan bebatuan ini dibenarkan atau tidak, yang jelas, bila menilik keberadaannya batu- batu tersebut jelas sarat sejarah. Mungkin, di masa lalu warga sangat menghormati ketokohan almarhum sehingga makamnya dibentuk sedemikian rupa. Itulah penelusuran tentang sisa kejayaan Hindu ratusan tahun lalu di wilayah Kecamatan Tuntang, semisal peninggalan-peninggalan itu dikelola dengan baik, tak mustahil bisa menjadi destinasi wisata cagar budaya. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun