Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Demi Literasi, Buruh Bangunan Ini Jalan Kaki Setiap Hari

9 Februari 2017   16:45 Diperbarui: 5 Maret 2017   08:00 2570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Robi menunggu lapaknya hingga malam hari (foto: dok pri)

Robianto, pria asal Desa Bayalangu Lor RT 12 RW 03, Gegesik, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat memang layak diacungi jempol. Di sela kesibukannya sebagai buruh bangunan, saban hari ia rela berjalan kaki untuk menyebarkan virus literasi.

Ya, Robianto yang biasa disapa dengan panggilan Robi, memang seorang aktivis Perpustakaan Jalan (Perpusjal) di Cirebon. Ia yang sebelumnya menggunakan sarana transportasi berupa motor tua yang dimodifikasi menjadi perahu darat, belakangan memilih berjalan kaki ketika menjajakan buku-bukunya yang bisa dipinjam secara gratis.

“Dulu saya menggunakan motor pinjaman dari Kang Emik Street Limawatt yang juga aktivis Perpusjal. Karena tak enak pinjam terus-menerus, akhirnya sejak tiba bulan lalu motor saya kembalikan,” ungkapnya, Kamis (9/2) siang.

Dikerubuti anak- anak yang haus bacaan (foto: dok pri)
Dikerubuti anak- anak yang haus bacaan (foto: dok pri)
Pria berumur 30-an tahun ini sejak setahun terakhir memang menjadi relawan literasi. Bermodalkan sekitar 200 judul buku yang ia kumpulkan sedikit demi sedikit, ia memberanikan diri membuka Perpusjal. Saban hari dirinya berkeliling menemui anak-anak untuk diajak membaca, belajar menggambar, hingga meminjam beragam bacaan secara gratis.

“Memasuki bulan Oktober 2016, jumlah buku sudah mencapai 400-an berkat sumbangan para donatur termasuk teman-teman Kompasianer. Setelah itu, saya berani mendirikan rumah baca di 3 titik semuanya berada di Desa Bayalangu,” jelas Robi.

Dukungan para donatur serta aktivis Perpusjal lainnya, lanjut Robi, memang sangat bermanfaat bagi pergerakan literasi di Cirebon. Pasalnya, dengan kehadiran rekan sesama pegiat perpustakaan, dirinya merasa terpacu untuk lebih getol menyebarkan virus literasi. Kendati sebenarnya terdapat perpustakaan milik pemerintah daerah, anak-anak di pedesaan sulit menjangkaunya.

Anak- anak belajar menggambar di lapak Robi (foto: dok pri)
Anak- anak belajar menggambar di lapak Robi (foto: dok pri)
“Pak Nirwan Arsuka selaku pendiri Pustaka Bergerak Indonesia bukan hanya memberikan support pada Perpusjal di seluruh Republik ini, namun, beliau juga menjadi inspirasi saya agar tak mengenal lelah menyebarkan literasi,” tuturnya.

Demikian pula dukungan masyarakat di desanya, Robi merasakannya. Di mana, selain cukup banyak warga yang bersedia menyediakan tempat bagi rumah baca, sekarang beberapa anak muda juga telah mengikuti jejaknya ikut aktif dalam gerakan menyebarkan literasi. Mereka menekuni dunia ini tanpa ada yang memaksa, melainkan kesadaran sendiri untuk mencerdaskan anak-anak di pinggiran.

Membutuhkan Bantuan Motor Bekas                                       

Robi yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh proyek, mengaku tak mempersoalkan kesulitan ekonomi yang mendera keluarganya. Sebab, menurutnya, rejeki bisa datang melalui beragam pintu. Apalagi, istrinya yang bernama Ami Khumaria selalu mendukung sepenuhnya segala langkahnya. “Kadang kalau pas proyek libur, saya berjualan minuman seperti kopi, susu maupun teh di malam hari,” jelasnya.

Padahal, berdasarkan pengamatan di lapangan, ternyata Robi tak hanya sekedar meminjamkan buku-buku terhadap anak-anak. Namun, ia juga menyediakan kertas karton dan peralatan menggambar. Pasalnya, selain aktivitas membaca, cukup banyak anak yang belajar melukis menggunakan pensil di lapaknya.

Anak- anak memperlihatkan minat baca yang tinggi (foto; dok pri)
Anak- anak memperlihatkan minat baca yang tinggi (foto; dok pri)
Terkait aktivitasnya yang saban sore membuka lapak untuk meminjamkan buku secara gratis, Robi mengakui dirinya sering dijemput rekannya sesama aktivis Perpusjal. Namun, bila sang teman berhalangan, ia pun berjalan kaki menuju lokasi. Hal tersebut dilakukan karena enggan mengecewakan anak-anak yang sudah mengharap kedatangannya.

Dalam dua bulan terakhir, Robi sendiri sudah membuat kerangka gerobak kayu yang nantinya akan difungsikan jadi pedati pustaka. Bila pedati biasa ditarik sapi, ia berencana pedati miliknya digandeng motor sehingga lebih praktis. Hanya yang menjadi persoalan, untuk menyediakan satu unit sepeda motor, dirinya belum memiliki kemampuan. “Meski harga motor bekas hanya berkisar Rp 5 - 6 juta, namun faktanya memang berat mewujutkannya,” kata Robi tanpa bermaksud mengeluh.

Kerangka pedati pustaka hampir jadi (foto: dok pri)
Kerangka pedati pustaka hampir jadi (foto: dok pri)
Diakui Robi, bila nantinya pedati pustaka miliknya sudah terwujud, geraknya dalam menyebar virus literasi bakal lebih leluasa. Sebab, dengan dukungan sarana transportasi itu, dirinya tidak lagi bergantung pada rekannya sesama aktivis. “Setiap saat saya bisa berangkat ngelapak, baik siang, sore maupun malam hari,” tukasnya.

Itulah sedikit gambaran seorang buruh bangunan yang tak menyerah oleh keadaan dalam menyebarkan literasi di Cirebon. Kendati kondisi ekonominya belum memungkinkan beraktivitas sosial, ia pantang menyerah dan terus bergerak. Bagaimanapun, langkahnya layak diapresiasi. Sebab, dirinya tak piawai mengumbar retorika, namun cerdas menyodorkan fakta.

“Saya minta doanya agar pedati pustaka segera terealisasi, syukur-syukur saya ada rejeki supaya mampu membeli motor bekas,” ungkapnya mengakhiri perbincangan. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun