Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sensasi Sampadeh yang Tidak Populer di Resto Padang

16 Januari 2025   09:07 Diperbarui: 16 Januari 2025   14:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampadeh daging menjadi lauk andalan pengawal ketupat sayur (Sumber foto: Bambang Trim)

Memasak gulai sampadeh daging itu seperti tradisi tahunan di rumah orang tua saya dahulu. Ibu saya yang asli Minang pasti memasak gulai sampadeh untuk merayakan Idul Fitri dan Idul Adha, di samping rendang yang paling populer. 

Saya merasakan sensasi sendiri sejak kecil karena makanan yang satu ini yang tidak selalu tersedia pada hari-hari biasa. Pernah ada teman sekantor saya orang Minang. Dari abangnya saya tahu ia begitu maniak dengan gulai sampadeh. Hampir setiap hari ia masak sendiri. Alhasil, singgahlah penyakit asam urat. Nah, itu risiko yang harus diwaspadai.

Asam pedas dalam bahasa Minang dilafalkan menjadi sampadeh. Nama itu mewakili rasanya yang asam plus pedas nian.

Gulai sampadeh menggunakan bahan dasar ikan, ayam, atau daging berlemak. Dua yang terakhir, yaitu sampadeh ayam dan sampadeh daging tidak populer tersedia di restoran Padang, terutama di Pulau Jawa. Sampadeh yang populer dan banyak ada adalah sampadeh ikan, biasanya dibuat dari ikan tongkol, tuna, atau patin. 

Sampadeh Vs Gajebo

Pernah juga saya menelusuri lapak-lapak nasi kapau di daerah Kramat, Senen, Jakarta (dekat dengan LP3I Kramat). Saat itu saya berkantor di kompleks ruko Maya Indah sehingga setiap hari dapat melakukan survei kecil-kecilan. 

Masakan spesifik yang juga jarang ada di resto Padang kebayakan, yaitu itiak lado mudo dan gulai gajebo. Di lapak-lapak nasi kapau Senen bakal mudah menemukannya.

Ada yang menyamakan gulai gajebo dengan gulai sampadeh. Saya yang berpandangan tidak sama. Mungkin karena saya sudah berkali-kali mencoba gulai sampadeh. Gulai gajebo tak sama citarasanya. Meskipun ada asamnya, tetapi tidak sekuat sampadeh.

Gajebo terbuat dari daging punuk sapi yang berlemak atau sering disebut sandung lamur (brisket). Bagian itu tidak mudah didapat sehingga tidak banyak pula resto Padang secara umum menjualnya. Gajebo di lapak nasi kapau itu tidak terlalu saya suka. Saya lebih suka gajebo di salah satu resto berjenama terkenal di sepanjang Kramat Raya.

Kasta tertinggi gajebo menggunakan daging berlemak 100%. Hal itu membuat ia menjadi makanan sangat berisiko bagi kesehatan.

Gulai sampadeh masih menggunakan porsi daging lebih banyak dibandingkan lemaknya. Kalaupun yang "ekstrem", lemak 50% dan daging 50%. Jika didiamkan lama, gulai sampadeh itu pun membeku karena lemak. Dahulu setiap kali mencairkan sampadeh dengan cara memanaskannya, ibu saya menambahkan air dan tomat segar sehingga gulai itu tampak makin menawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun