Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyambit Literasi "Magic Jar"

6 November 2021   05:39 Diperbarui: 6 November 2021   10:01 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis novel. Sumber: Mohamed Hassan via pixabay.com 

Masyarakat Indonesia umumnya telah meninggalkan cara tradisional memasak nasi. Merebus beras terlebih dahulu hingga menjadi aron (nasi setengah matang), lalu mengukusnya di dandang. Ada yang berpendapat cara tradisional ini dapat menghasilkan nasi yang pulen dan enak. Namun, risikonya tentu lebih lama dan lebih ribet.

Era baru telah datang beberapa dekade lalu ketika memasak nasi dimudahkan secara elektrik oleh rice cooker, lalu muncul lagi alat bernama magic jar. Alat yang memudahkan pekerjaan domestik di rumah tangga bagi para ibu atau bapak. Memasak nasi kini dapat dilakukan kurang dari satu jam.

Analogi magic jar ini yang saya gunakan untuk mengomentari beberapa keriuhan di medsos tentang pelatihan menulis yang mempromosikan gimik dalam soal waktu. Ada Pelatihan Menulis Novel dalam Waktu 1 Hari, bahkan Pelatihan Menulis Novel dalam Waktu 1 Menit. Tak sampai di situ, muncul juga Pelatihan Menulis Buku dalam Waktu 1 Jam. Narasumbernya seorang penulis buku bernama Ahmad Kindi yang memang telah menulis buku Menjadi Penulis Super: Bagaimana Menulis 1 Buku dalam Waktu 1 Jam.

Seorang Eka Kurniawan pun menampilkan meme tentang ini di linimasa FB-nya. Demikian pula Khrisna Pabhicara, menyindir habis Ahmad Kindi sebagai pencetus ide menulis buku dalam hitungan 60 menit itu. Sosok Ahmad Kindi dan pelatihannya juga menjadi bahan esai di Mojok.co. Cibiran dan sindiran mengalir dari para penulis yang merasa gerah dengan "penemuan" dan "terobosan" tulis-menulis ini.

Namun, nyatanya pelatihan yang digelar secara tatap muka di Kabupaten Tanah Datar (Sumbar) dan juga secara daring itu tidak sepi peminat. Hal ini menunjukkan betapa publik sangat tertarik dengan cara-cara instan untuk menulis sebuah buku. Buku yang selama ini dianggap berat dan kompleks dalam penulisannya, disederhanakan dan digampangkan oleh Ahmad Kindi dalam hitungan hanya 1 menit, 1 jam, dan 1 hari.

Apakah saya termasuk yang gerah dengan perihal pelatihan ini? Cukup tersenyum saja dan menuliskan artikel ini.

Memahami "Gerakan Literasi" Ahmad Kindi

Biarkan para peserta Pelatihan Menulis 1 Buku dalam Waktu 1 Jam memetik hikmah pembelajaran menulis itu. Jika ada embel-embel bahwa teknologilah yang memudahkan seseorang dapat menulis dengan kecepatan luar biasa, saya curiga penggelar dan narasumber kegiatan pelatihan itu telah menggunakan kecerdasan buatan untuk menyajikan tulisannya. Kecerdasan yang dibuat-buat agar menulis buku atau menulis novel semudah membalikkan taplak meja.

Saya kira pengikut Ahmad Kindi walaupun masih sebatas sekabupaten Tanah Datar dan sekitarnya akan terus bertambah dan telah membuktikan bahwa menulis buku dalam waktu 1 jam adalah logis meskipun mereka tidak perlu paham apakah yang ditulis itu sebuah buku atau bukan. Sebagai gimik, judul buku atau pelatihan itu bukanlah yang pertama, sebelumnya ada juga tajuk-tajuk buku dan pelatihan menulis yang menyiratkan kegampangan menulis secara instan ala magic jar.

Promosi yang ditampilkan Ahmad Kindi dan penerbit di belakangnya (Jihan Pustaka Media) terbukti ampuh menarik perhatian banyak orang. Jihan Pustaka Media sendiri disebut sebagai jaringan kerjasama di bidang kepenulisan hingga menerbitkan buku serta penyebarannya. Berbasis di Padang, Indonesia dengan anggota tersebar di manca negara (Sumber: Fanpage FB Jihan Media Pustaka). Pelatihan bombastis itu pun diselenggarakan berkali-kali dalam durasi 3,5 jam atau lebih serta embel-embel pendampingan penulisan selama 30 hari.

Silakan memahami Ahmad Kindi dan gerakannya sebagai fenomena keliterasian yang muncul di negeri ini. Literasi di negeri ini sudah sedikit lebih maju dari membaca menuju menulis, dari kegemaran membaca menjadi kegemaran menulis. Potret ini terlihat dari data pengajuan ISBN, Perpusnas mencatat ada 113.971 ISBN (Januari-November 2019), lalu meningkat pada tahun 2020 menjadi 121.393 ISBN (Januari--November 2020). Artinya, lebih dari 100 ribu judul buku telah diterbitkan di Indonesia. Namun, ISBN tidak merepresentasikan mutu buku. Buku tidak bermutu atau tidak layak disebut buku asalkan memenuhi syarat halaman preliminaries, kemungkinan besar akan mendapatkan nomor ISBN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun