Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ketika Buku Tak Ber-ISBN

5 Desember 2018   06:58 Diperbarui: 8 Mei 2022   15:18 1887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Christin Hume on Unsplash)

Pengaturan ISBN secara internasional berpusat di Berlin, Jerman. Adapun pengaturannya secara nasional berpusat di Perpustakaan Nasional RI sebagai badan/lembaga yang ditunjuk organisasi ISBN internasional. Tahun 2007, ISBN berubah format dengan menambahkan tiga digit awal (978) dalam sistem penomorannya untuk mengadopsi sistem EAN pada barkod. 

Dianggap "Nomor Sakti" 

ISBN merebak penggunaannya di Indonesia sekitar tahun 1980-an seiring juga diberlakukannya penilaian buku-buku proyek yang mewajibkan pencantuman ISBN. 

Pada masa lalu, pengurusan ISBN sempat dikenakan biaya per nomornya dan ini memicu protes dari beberapa penerbit sehingga pernah anggota Ikapi mengusulkan agar Ikapi juga mengajukan diri ke lembaga ISBN internasional untuk menjadi lembaga pemberi ISBN. 

Memang dasarnya ISBN itu diberikan secara gratis. Akhirnya, ketentuan pembayaran ini pun dicabut oleh Perpusnas. 

Berdasarkan nomor identifikasi tersebut, ISBN hanya boleh diajukan oleh sebuah penerbit dengan memenuhi syarat-syarat khusus identifikasi seperti penyertaan kover buku dan halaman awal buku (preliminaries). 

Dengan syarat ini, lembaga seperti Perpusnas sebenarnya sudah memiliki basis data primer perbukuan, yaitu 1) judul buku; 2) nama penulis/pengarang; 3) nama penerbit; 4) jenis/klasifikasi buku; 5) tahun terbit buku; 6) kota asal buku diterbitkan; dan 7) nama pelaku perbukuan yang lain (jika dicantumkan). 

Bersamaan dengan itu dapat pula dibuat Katalog Dalam Terbitan (KDT) yang mencantumkan klasifikasi buku (berdasarkan Klasifikasi Dewey), ukuran buku, ketebalan buku, dan nama editornya. 

Logikanya semua buku apakah itu buku bagus atau buku jelek, buku bermutu atau buku tidak bermutu, tetap akan mendapatkan nomor ISBN apabila diajukan. Perpusnas RI tidak berwenang atau bertanggung jawab memeriksa kelayakan isi buku untuk mengeluarkan ISBN. 

Namun, apa yang sempat terjadi di kalangan akademisi, terutama para pendidik seperti dosen dan guru, ISBN malah dianggap "nomor sakti". 

Pasalnya, buku-buku mereka sebelum diajukan untuk mendapatkan angka kredit kenaikan pangkat, harus memiliki ISBN. Dari sini muncul anggapan bahwa ISBN itu adalah sebentuk pengakuan terhadap kualitas buku mereka secara internasional. Weleh .... 

Diselewengkan Oknum 
Siapa yang menyelewengkan? Jawab saja oknum. Penyelewengan dan penyimpangan ISBN sempat dilakukan oleh oknum penerbit. Modusnya adalah memberi harga tertentu, bahkan sampai ratusan ribu rupiah untuk pengurusan ISBN kepada penulis yang umumnya para akademisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun