Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ketika Buku Tak Ber-ISBN

5 Desember 2018   06:58 Diperbarui: 8 Mei 2022   15:18 1887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Christin Hume on Unsplash)

Seorang teman via WA bertanya kepada saya apakah saya akan hadir dalam acara "Temu Wicara ISBN 2018" yang diselenggarakan PNRI atau Perpustakaan Nasional RI (sering juga disebut Perpusnas) tanggal 5 Desember 2018 ini. 

Saya menjawab belum mengetahui undangan tersebut dan lagi pula pada hari tersebut, saya harus terbang ke Samarinda dalam rangka Sosialisasi UU No. 3/2017 tentang Sistem Perbukuan dan Uji Publik RPP tentang Pelaksanaan Sistem Perbukuan bersama anggota Komisi X DPR-RI dan tim dari Puskurbuk, Kemendikbud. 

Pada acara soal ISBN itu, PNRI ingin lebih memasyarakatkan penggunaan ISBN (International Standard Book Number) di kalangan penerbit. Sejumlah pembicara direncanakan hadir yaitu dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud (Puskurbuk), Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), dan Komite Buku Nasional (KBN). 

Tersebab saya tidak dapat hadir, artikel ini saya tuliskan sebagai buah pikiran terkait ISBN. Saya mengenal ISBN kali pertama sejak kuliah di Prodi D-3 Editing, Universitas Padjadjaran (1991). 

Waktu itu saya ingat membaca perihal ISBN, bahkan saya buat kliping, dari majalah grafika yang diterbitkan oleh Pusat Grafika Indonesia (Pusgrafin). Dari artikel itu saya tahu banyak tentang sejarah ISBN, maksud penggunaannya, serta arti 10 digit angka yang tertera pada ISBN. 

ISBN semacam sistem penomoran buku secara internasional, umur penciptaannya lebih tua daripada saya atau tepatnya tahun 1966. Ia lahir dari negeri dengan sejarah industri buku yang juga tua yaitu Inggris dan diciptakan oleh seorang pedagang buku bernama W.H. Smith. 

Awalnya disebut Standard Book Numbering, lalu sistem ini diadopsi oleh International Standardization Organization (ISO) menjadi ISBN seperti yang kita kenal sekarang. 

Kepentingan ISBN pada masa itu adalah karena ribuan, bahkan lebih buku telah terbit dan perlu diidentifikasi. Ada begitu banyak buku berjudul sama sehingga jika tidak teridentifikasi bakal terjadi kesalahan pengiriman buku. 

Perkembangan komputer juga memicu kebutuhan identifikasi buku secara komputerisasi sehingga memerlukan kode-kode angka untuk pengidentifikasian. Jadi, maksud awal penggunaan ISBN adalah untuk memudahkan distribusi buku secara internasional. 

Kesepuluh digit ISBN bukan sembarang angka. Angka-angka itu merepresentasikan negara asal buku (Indonesia memiliki nomor 979), penerbit di negara itu, dan jumlah buku yang diterbitkan (urutan keberapa). 

Menggunakan rumus penjumlahan tertentu, jumlah digit ISBN habis dibagi 11 sehingga pada akhir ISBN ada yang disebut digit pengontrol. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun