Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menulis Buku Beramai-ramai itu Bagus, tetapi ...

15 April 2018   17:18 Diperbarui: 16 April 2018   11:23 2931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: dokpri

Saya selalu mengatakan kesejatian para penulis buku diuji dengan menulis buku dengan model (outline) tahapan. Buku tahapan itu ada yang menggunakan model hierarki (urutan vertikal dari mudah ke sulit), model proses (urutan horizontal berupa tahapan yang berurutan), dan model klaster (urutan pembahasan yang dibagi atas kelompok-kelompok).

Penulisan buku berkerangka atau outline tahapan menguji para penulis untuk berpikir sistematis dan logis dalam menyampaikan perasaan dan pikirannya terhadap suatu masalah. Memang model buku tahapan ini hanya berlaku untuk nonfiksi. Jadi, sangat cocok digunakan untuk buku-buku pengayaan pengetahuan atau keterampilan. Boleh juga sekali-sekali para guru terjun dalam penulisan buku referensi, seperti kamus, ensiklopedia, dan peta/atlas. 

***

Tulisan ini mungkin pedas jika diibaratkan sebagai sambal. Tidak ada maksud lain selain untuk mengajak para guru penulis dan para penggagas program-program pelatihan atau pembinaan guru penulis untuk insaf dalam menulis buku meskipun harus berurai air mata (ini terasa lebay). Harapan bangsa ini sangat besar kepada para guru, terutama guru-guru yang dapat menuliskan pengalaman, perasaan, dan pemikirannya untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. 

Saya teringat beberapa tahun lalu, semasa masih aktif di sebuah penerbit, pernah melahirkan kembali karya tokoh pendidikan, Moh. Sjafei (Angku Sjafei) yang merupakan pendiri INS Kayutanam (sebagai informasi Moh. Hatta dan A.A. Navis adalah alumni dari INS Kayutanam). Beliau hidup sezaman dengan Ki Hajar Dewantara dan sempat mengenyam pendidikan di Belanda. Buku beliau yang diterbitkan ulang itu berjudul Arah Aktif yang terbit kali pertama tahun 1953 oleh Penerbit J.B. Wolters.

Saya benar-benar kaget dengan isi buku Angku Sjafei ini yang sangat maju pada zamannya, terutama ketika beliau menjelaskan perbedaan "pendidikan" dan "pengajaran". Beliau menekankan pendidikan keterampilan yang menggagas bahwa setiap anak itu tangannya harus senantiasa bergerak karena tangan-tangan mungil yang bergerak aktif itulah yang akan mendorong kecerdasan mereka.

Angku Sjafei juga mementingkan pengajaran yang mengisi jiwa dengan contoh mengajarkan matematika di luar ruang kelas dan sambil bernyanyi. Beliau menentang pengajaran yang dapat mematikan kreativitas dan kejiwaan siswa seperti hanya mendengarkan guru mengoceh di dalam kelas. 

Begitulah saya berharap guru-guru penulis kita saat ini menjadi Angku Sjafei-Angku Sjafei lain yang membuat terobosan dalam pemikiran pendidikan di Indonesia melalui buku.

Maka dari itu, perbaikan harus dimulai dari pemahaman para guru secara komprehensif tentang ide/gagasan yang dapat dikembangkan menjadi buku, lalu bagaimana proses menulis itu dilakukan yaitu prewriting-drafting-revising-editing-publishing. Hal ini tidak gampang, tetapi harus diperjuangkan. 

Jadi, kalau ada yang mengatakan menulis buku itu gampang, mengutip syair lagu Iwan Fals, aku hanya terdiam sambil kencing diam-diam dengar kisah temanku punya kawan. Maaf![]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun