Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketidakarifan Lokal Mengadu Binatang

26 Oktober 2017   17:05 Diperbarui: 26 Oktober 2017   18:37 2402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribunjabar/Yudha Maulana

Mumpung masih dalam suasana Bulan Bahasa (Oktober), ingin juga saya mengomentari sebuah opini yang temuat di media daring. Beberapa waktu lalu ramai diberitakan tentang tradisi adu bagong di Kabupaten Bandung. Seekor babi hutan dilepas, lalu beberapa ekor anjing dilepas pula untuk mengejar dan bertarung dengan bagong yang malang itu. 

Beberapa orang berkilah bahwa bagong atau babi hutan tersebut termasuk hama. Jadi, tidak mengapa untuk diberantas dengan cara brutal seperti itu. Bahkan, kemudian tradisi ini dikaitkan atau disebut-sebut sebagai kearifan lokal. 

Saya agak mengernyitkan dahi jika adu bagong dan adu-adu yang lain dengan melibatkan binatang tak berdosa itu disebut sebagai kearifan lokal. Lalu, arifnya di mana?

Kata 'arif' yang membentuk frasa 'kearifan lokal' mengandung makna kebijaksanaan atau berilmu (cerdas). Kearifan lokal sering juga diistilahkan dengan kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge), dan kecerdasan setempat (local genious).

Ajip Rosidi dalam bukunya Kearifan Lokal dalam Perspektif Budaya Sundamenjelaskan definisi kearifan lokal adalah terjemahan dari local genious yang diperkenalkan kali pertama oleh Quaritch Wales pada tahun 1948-1949. Wales mengartikannya sebagai kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan itu berhubungan.

Lebih luas lagi, Prof. Edi Sedyawati dalam bukunya Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarahmenyebutkan kearifan lokal dapat diartikan sebagai kearifan dalam kebudayaan tradisional  suku-suku bangsa. Kearifan dalam arti luas tidak hanya berupa norma-norma dan nilai-nilai budaya, melainkan juga segala unsur gagasan,  termasuk yang berimplikasi pada teknologi, penanganan kesehatan, dan  estetika. Dengan pengertian tersebut maka yang termasuk sebagai penjabaran kearifan lokal adalah berbagai pola tindakan dan hasil budaya materialnya. 

Dengan pengertian tersebut, tidak semua tradisi atau budaya dapat digolongkan sebagai kearifan lokal. Apalagi, tradisi tersebut tidak ada hubungannya dengan sikap bijak, apalagi cerdas sebagai upaya untuk menghadapi tantangan dan masalah-masalah kehidupan. Banyak contoh selain mengadu binatang dalam tradisi pada masyarakat kita yang semestinya tidak dipandang sebagai kearifan lokal. 

Ambil satu contoh cerita rakyat (foklor) yang berkembang pada masyarakat masa lalu dan masih hidup pada masa kini. Jika ditelusuri secara serius, banyak cerita rakyat tempo dulu mengandung kekerasan fisik, bias gender, seks, takhayul yang tidak cocok disampaikan kepada anak-anak. Pasalnya, cerita rakyat memang tidak identik dengan cerita anak. Cerita-cerita tersebut meskipun sebagai cerita rakyat, tidak lantas dapat digolongkan sebagai kearifan lokal jika tidak mengandung konten yang menyiratkan atau menyuratkan kebaikan. Jika digolongkan sebagai kekayaan budaya, boleh dijawab ya.

Kembali soal adu bagong, itu sekadar tradisi yang mungkin dilakukan sebagai hiburan, bahkan bukan tidak mungkin menjadi ajang perjudian. Soal adu-mengadu binatang juga berdasarkan jejak sejarah sudah lama dilakukan, baik binatang sejenis maupun binatang tidak sejenis. Dunia sudah mengecam soal mengadu binatang ini karena tidak berperikebinatangan. Karena itu, kita harus tegas mengatakan itu bukanlah kearifan lokal bangsa Indonesia, melainkan suatu ketidakarifan lokal; entah karena suatu "kecelakaan sejarah" atau karena sebab-sebab lain.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun