Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Misteri Penentuan Harga Buku

7 Agustus 2016   11:02 Diperbarui: 7 Agustus 2016   21:26 1599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PHOTOGRAPH BY AKINTUNDE AKINLEYE / REUTERS / CORBIS

Makin Tidak Rasional

Harga buku semakin tidak murah karena tantangan makin sulit bagi penerbit yang mengandalkan penjualan buku melalui distributor hingga ke toko buku. Perhatikan hitungan persentase berikut ini.

Harga buku 100% dialokasikan

  • 55% untuk distributor (paling kecil 50%);
  • 20% untuk produksi cetak (jika harga dikali 5 harga produksi);
  • 10% untuk royalti;
  • Total 85%.

Sisa keuntungan kotor untuk penerbit tinggal 15%, belum dipotong pajak. Profit kotor 15% tersebut masih harus dialokasikan untuk biaya editorial, biaya umum, dan biaya promosi. Jangan harap distributor mau melakukan promosi meski sudah menerima 55%. Karena itu, jarang kini ada penerbit yang berani melakukan promosi intensif untuk sebuah buku, kecuali pada buku-buku yang berpotensi best seller.

Lalu, kok besar banget diskon disributor? Mau bagaimana lagi ketika toko buku juga meminta diskon yang makin membesar. Dulu toko buku tercatat hanya meminta diskon 35%, tetapi kini sudah melonjak menjadi 40%-42,5% dari harga buku. Jadi, tidak ada cara lain, penerbit mencoba mengakali dengan menaikkan pengali harga (faktor X dan Y) atau mengurangi alokasi komponen lain. Hal yang sering dikorbankan adalah komponen royalti untuk penulis yang diturunkan menjadi rentang 5%-8% atau membeli putus naskah sehingga tidak perlu membayar royalti.

Strategi lain adalah tidak sepenuhnya mengedarkan buku lewat distributor. Pilihan paling masuk akal kini dan murah adalah menjual secara online. Rata-rata toko buku online atau lapak online hanya meminta payment gateway alias diskon sebesar 35%. Cara lain adalah penjualan langsung ke pembaca dengan iming-iming memberi potongan harga 10%-15% dan gratis ongkos kirim. Penerbit juga cenderung mengadakan toko buku online sendiri atau mengerahkan pasukan dunia maya untuk mempromosikan buku di media sosial.

Alhasil, penerbit kini memang harus pintar-pintar menghadapi hitungan-hitungan yang makin tidak rasional. Hitungan-hitungan yang menyesakkan dada, sedangkan orang lain tidak ada yang menghiraukannya. Kasihan deh lu, penerbit.

Terus mengapa masih banyak penerbit yang mampu berdiri kukuh? Selain karena jargon Merah Putih, demi mencerdaskan kehidupan bangsa, tentu karena memang masih ada profit. Rahasianya karena penerbit itu ditopang oleh buku-buku best seller yang dicetak ulang berkali-kali. Kerap kali buku best seller menjadi dewa penolong karena memberi subsidi silang untuk buku-buku taklaku. Cek penerbit-penerbit yang mampu berdiri. Di luar ia memiliki modal besar, tentu karena sang penerbit memiliki koleksi 1-2 buku best seller--dalam hitungan saya adalah buku yang mampu menjual dirinya dalam angka 30.000 s.d. 50.000 eksemplar dalam setahun.

Pilihan penerbit memang dua. Pertama, menerbitkan sebanyak-banyak judul dengan harapan ada yang laris atau best seller. Kedua, menggunakan Hukum Pareto yaitu fokus menerbitkan judul-judul yang potensial menjadi best seller, sedangkan lainnya hanya dicadangkan.

Cara lain yang dilakukan penerbit kini adalah menerbitkan buku dalam tiras minimum 1.000 eksemplar. Bandingkan dengan dahulu bahwa tiras standar dan masuk skala ekonomis adalah 3.000 eksemplar. Saya pernah menghitung bahwa dari tiras 3.000 eksemplar maka BEP penerbit terdapat pada 1.200 eksemplar yang terjual, sisanya 1.800 menjadi profit--namun dengan catatan harus ada prestasi menghabiskannya selama setahun. Jika buku berulang tahun, dapat dipastikan penerbit tinggal menanggung buntung atau kerugian.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun