(bertujuhbelas dengan api mu)
kita terkulai lagi bukan oleh badai
ber-17 dengan apimu hampir kusampai
di setiap jam satu kutengok engkau
menghitungi lobang alveoli
yang belum kaubukai
kita terjerembab lagi bukan oleh licin lantai
atau oleh tajamnya kerikil yang melukai
ber-17 dengan merahmu penanggalan
diwarnai
tapi semuanya itu semata karena
letih sudah mulai jenuhkan airhati
'tuk menampung seduhan kopi
beserta
cecap lidah yang tak lagi
bisa kaupercayai