Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Burung Tak Perlu Nama

3 November 2022   08:52 Diperbarui: 3 November 2022   08:55 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa getir melintas sejenak. Diolah oleh rasa, sambil menyegarkan dahaga. Burung adalah musafir. Saat kalut membalut, malah terbang ingin menembus kabut.

Burung itu bernama Robin. Itu nama pemberian manusia. Mungkin ia tak paham. Kenapa diberi nama seperti manusia.

Burung pagi datang dengan permisi. Mereka berdendang bersahutan. Suit-suit di reranting pepohonan. Saat ranting melengkung ke bawah, burung malah riang gembira. Mereka bersedekah suara merdu, agar setiap pagi cerah selalu.

Kita pun dapat bersiul di depan cermin. Kadang untuk menguatkan ingin. 

 Burung lama tidak kelihatan, Ada yang mengira mereka telah tiada. Barangkali berpindah tempat singgah. Atau tergeletak di tanah.. Tiada pusara. Tiada papan nama.

Bila ada setetes sedih, mungkin itu dendang sahabatnya. Setetes perih telah hilang. Mereka kangen terbang. Semua kejadian sudah menjadi suratan.

Memang ada senyap sekejap. Mereka mengendap-endap. Lalu beterbangan bersama bulu rontoknya. Terbawa angin, melayang diam di saat hinggap.

Burung bersenandung lagu maju tak gentar. Tak ada kamus gemar dibayar. Terbang itu ya terbang saja. Tidak dipenuhi niat untuk memperkaya diri. Agar nanti selalu dipuji. 

Ke mana-mana burung mendekap erat nyawanya. Berlindung di sela bulu sayapnya. Mereka waspada terbang. Dari ranting ke ranting. Siap menunggu pagi yang selalu berdenting.

Lama-lama burung itu sudah terbiasa mengenali diri. Kapan terbang, dan kapan kembali ke rumah abadi. "Tepunga marang sliramu dhewe. Nosce te ipsum". Siapa yang mengenal dirinya, lebih siap untuk kembali menghadapNya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun