Berdua saja, dengar suara langit, yang menyeru. Bibir pantai, tenang sajalah, ratap sudah terdengar. Bukan untukmu, seperangkat jiwaku, haus pendengar.
Mendung di tepi bayang, hentikan mimpi, dahulu kala. Kita berdua, membuka rahasia, yang dulu tenang. Menunggu fajar, berbekal kesabaran, dipandu cahya. Saat meredup, salah satu berdegup, sayakah itu ?
Berdua saja, mendengarkan langitku, yang menyeru. Menata senyum, melukis ranum, kita terkagum-kagum. Bertahan lama, aku dan kamu, tidak menyadarinya.
Makin transparan, memang benar adanya, aku percaya. Untuk berbuat dosa, banyak caranya, tidak terduga. Di abad pencitraan, berskenario, tetaplah jalan.Â
Kita kan butuh, kelembutan menyentuh, semakin peka. Hubungan manusiawi, saling mengerti, minim pretensi.Â
Saat melangkah, semakin ringan, di kala tak berdendam. Tak apalah, kini belum terjadi, hati berpasrah.