Pagi dingin sekali. Kehangatan lalu dicari. Keluar sebentar, menunggu terbit mentari. Mengintip dari sela dedaunan angsana yang rimbun.
Mereka sudah dewasa. Batangnya perkasa. Dahan-dahannya bertautan. Ranting-rantingnya juga.
Kemarin mereka menerbangkan bunga kuning. Melayang-layang jatuh, tak berdenting. Itu semua karena angin.
Mereka menghampar di bawah. Seperti permadani yang mahal mewah.
Di atas, tangan pohon saling bersentuhan. Getar perasaan tak terkatakan. Saling melindungi dan menyayangi. Damai, tanpa ambisi.
Jika pohon satu bergoyang, sebelahnya riang. Hanya sebentar saja, lalu bersiap menopang.
Kain juga begitu. Dari kepolosan benang putih, sepakat membuat motif. Motif Batak boleh dipakai oleh warga Minang. Apalagi jika merasa senang.
Mau flora atau fauna. Merah, biru, kuning, dan jingga. Mereka rela berbaur. Menjadi warisan indah leluhur.
Tadinya masing-masing warna berjarak. Tahu posisi, menciptakan seni. Keharmonisan pun berseri-seri.
Setiap benang di selembar kain meninggalkan sejarah. Tetap trendi, tidak mau menghapus jejak penciptaan yang dulu lagi.