Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Topi Berganti-ganti

29 Oktober 2021   04:59 Diperbarui: 29 Oktober 2021   05:01 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berpolitik itu seperti memakai topi.Terkadang bertopi putih, merah, hitam, kuning, hijau, atau biru.

Bertopi itu menunjukkan identitas. Ciri khas, dimaksudkan agar yang didukung semakin jelas.

Topi putih, disukai oleh yang berprinsip netral. Mereka mengamati diam-diam. Keputusannya nanti ditentukan di bilik suara. Bisa memilih atau bahkan tidak ada yang dipilih. Mereka berprinsip Luber, langsung umum bebas dan rahasia. Tentu pilihannya berdasar data dan tingkay keyakinannya.

Topi merah, teramat sensi. Semua dipertimbangkan berdasar emosi. Firasat, intuisi, dan kesan pribadi sangat kental. Pilihan tetap sejak awal. Mudah senang, tapi tiba-tiba sedih. Hatinya bergoyang-goyang.

Topi hitam, disukai oleh mereka yang lebih rasional. Segala sesuatu diukur dengan akal. Kritis, berpengaruh terhadap pilihan orang lain. Suka pujian sesaat, dan mudah mengatakan orang lain sesat.

Topi kuning, lebih konstruktif pola pikirnya. Optimis dalam segala hal. Bekerja terus bekerja. Kendala itu nomor dua.

Topi hijau, kaya gagasan. Persepsi terhadap gagasannya pun menarik. Lebih sreg terhadap pembahasan yang mengarah ke proses kreatif dan inovatif. Gagasan adalah modal dasar dalam berpikir.

Topi biru, pandai mengajukan pertanyaan yang tepat. Itu modal untuk merangsang ke arah pendalaman berjangka panjang.

Apa pun topi yang dikenakan, sedikit banyak menunjukkan aliran. Dalam berpolitik memang begitu. Yang paling benar adalah pilihanku.

Bahkan, mereka sangat mungkin berganti-ganti topi. Atau topinya tetap, tapi pilihannya berbeda lagi.

Dalam berpolitik, sering beradu enerji. Enerji positif, akan mengukuhkan pilihan. Enerji negatif, mampu membuat emosi ikut bergoyang-goyang. Mereka tidak bisa meniru bangau, berdiri dengan satu kaki dengan tenang. Keseimbangan, sebenarnya pusat dari pengendalian.

Dalam dunia politik, hampir tak ada keseimbangan. Tadinya konsekwen, tak lama berubah menjadi inkonsisten. Begitulah cara untuk menyalakan energi yang menguras emosi.

Energi terbarukan sering dibuang percuma. Itu katena gandrung mengurusi hal-hal di luar tanggung jawabnya. Apakah itu disukai oleh mereka yang sedang menganggur ? Tidak jelas juga. Politik itu menelisik. Semakin senang jika suhunya semakin panas dan berisik.

Politik berisik itu dalam rangka memenuhi kebutuhan juga. Mereka butuh masih dianggap penting. Juga butuh untuk mengalami proses keragaman.

Kebutuhan agar masih dianggap penting, makin menyala di saat seseorang sudah tidak penting lagi. Barulah kemudian muncul kebutuhan untuk merasakan keragaman.

Bertopi biar terkesan bergengsi adalah realita politik. Yang dikejar kadang bukan lagi benar atau salah. Tetapi mengarah ke benci atau suka. Itulah deliberasi atau pertimbangan utamanya.

Dalam dunia perpolitikan, mudah sekali untuk mempraktikkan "dictum de dicto". Gemar menilai seseorang, berdasar opini orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun