Dalam dunia politik, hampir tak ada keseimbangan. Tadinya konsekwen, tak lama berubah menjadi inkonsisten. Begitulah cara untuk menyalakan energi yang menguras emosi.
Energi terbarukan sering dibuang percuma. Itu katena gandrung mengurusi hal-hal di luar tanggung jawabnya. Apakah itu disukai oleh mereka yang sedang menganggur ? Tidak jelas juga. Politik itu menelisik. Semakin senang jika suhunya semakin panas dan berisik.
Politik berisik itu dalam rangka memenuhi kebutuhan juga. Mereka butuh masih dianggap penting. Juga butuh untuk mengalami proses keragaman.
Kebutuhan agar masih dianggap penting, makin menyala di saat seseorang sudah tidak penting lagi. Barulah kemudian muncul kebutuhan untuk merasakan keragaman.
Bertopi biar terkesan bergengsi adalah realita politik. Yang dikejar kadang bukan lagi benar atau salah. Tetapi mengarah ke benci atau suka. Itulah deliberasi atau pertimbangan utamanya.
Dalam dunia perpolitikan, mudah sekali untuk mempraktikkan "dictum de dicto". Gemar menilai seseorang, berdasar opini orang lain.