Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Harus Tidak Mudah Terbawa Arus

18 Oktober 2021   23:18 Diperbarui: 18 Oktober 2021   23:20 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pas Maulid Nabi, hujan turun deras sekali. Entah apa yang terjadi 1400 tahun yang lalu. Saat Nabi Muhammad SAW dilahirkan dengan penuh cahaya.

Sampai wafatnya, ia terjaga menjadi sosok berketeladanan. Tak tergantikan hingga melintasi zaman. Boleh dikata, memperingati maulid nabi tahun ini adalah makin menghayati  kederasan hujan cinta yang lestari berkepanjangan.

Maulid merupakan hari lahir. Setiap insan yang dilahirkan pada hakikatnya diberi kesempatan yang sama untuk mampu mengepakkan sayap, dengan tetap berserah diri terhadapNya.

Tidak semua kelahiran dikenang zaman. Kadang dilupakan oleh dirinya sendiri, karena tiada kesan. Orang lain malah bertanya : "Siapakah kamu gerangan ?"

Maulid Nabi Muhammad SAW pasti banyak nilai yang layak dikenang sepanjang zaman. Perjalanan hidupnya, tentu ada yang masih relevan untuk diteladani hingga saat ini.

Sebagai insan biasa, pasti punya khasanah tentang hal-hal yang membahagiakan, atau yang paling menyakitkan hati.

Masa lalu, kini, dan masa depan sambung menyambung menjadi satu.

Tanpa memburu khasanah, berjalan ke depan, seolah tanpa arah. Tanpa tujuan, akan menghilangkan harapan.

Bagaimana jadinya jika sepanjang hidup tidak mementingkan karakter ? Padahal karakter termaksud itu selalu terbarukan. Dengan diikuti dengan tanda tanya : "Apakah moral baiknya terjaga pada saat momentum ulang tahunnya tiba ?"

Apakah karater dari yang berulang tahun itu mampu mencerna setiap respon yang datang di hadapannya ?

Apakah ada jaminan seseorang yang berkepribadian baik itu pasti berkarakter baik pula ?

Jika berkata-kata, apakah orang lain langsung percaya begitu saja ? Jika sering berdusta, keindahan kata-kata pun tak mungkin menebus dosa.

Ketika merayakan Maulud Nabi tahun ini, apakah dapat dijadikan momentum untuk menyambung mimpi lalu, kini, dan nanti ?

Jika amalan baik terbawa hingga ujung hayat, maka mahkota kebaikannya tidak hilang di perjalanan. Kelakuan buruk pun sudah tidak lagi menarik perhatian.

Tidak banyak yang berkonsentrasi ke penguatan akar. Maunya tanaman itu rimbun menjulang, tidak masalah jika rentan. Begitu kena angin sedikit saja, pohon itu pasti tumbang.

Hidup lalu seperti pohon hiasan. Enak jika dipandang. Tapi bila tidak disiram sehari saja, sudah layu dan kering  terpanggang.

Mencari makna dari peristiwa apa saja bisa didapat dengan cara sederhana.

Cobalah sekali-kali. Mana yang lebih cocok untuk dihayati. Meriah atau sederhana adalah cara. Jika tak dihayati, itu semua tidak berhikmah dan bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun