Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Hobi Itu Lebih Bergengsi

3 Oktober 2021   04:28 Diperbarui: 3 Oktober 2021   06:17 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Jika akhir pekan datang, kegundahan pun ikut-ikutan datang. "Sunday Neurosis" menjadi salah satu penyebabnya.

Begitu hari minggu datang berulang, justru banyak yang gairahnya terbang. Bagi para pecinta kerja, seakan dilarang untuk memikirkan kesenangan, yaitu komitmen memiliki pekerjaan.

Hobi tak disentuh. Bahkan nyaris tidak diurus. Ia hanya hama pengganggu keasyikan berkerutinan dalam bekerja.

Keberadaan hobi dikategorikan sebagai pengganggu produktivitas. Kegemaran pun dikesani tersisihkan.

Tetapi ada juga yang memanfaatkan "hobi" sebagai seni untuk menunjang karir. Bila boss gemar bersepeda, ikut-ikutan bersepeda pula. Skenario hobi, seperti dilekat eratkan dengan kerja. Lalu mudah berganti-ganti, tergantung kesenangan bosnya.

Ketika memasuki masa pensiun, hobi jenis itu lambat laun hilang. Status kepegawaian yang berubah, menimbulkan stres tersendiri. Tadinya bisa bersepeda ke mana-mana dengan biaya perusahaan, lalu berganti gaya. Ada yang memutuskan berhenti, atau meneruskan hobi itu sendirian.

Dalam hal hobi digunakan sebagai alat memperlancar karir, memang terkesan totalitasnya tinggi. Bahkan untuk mencapai tingkat aktualisasi diri, beberapa lupa kalau memanfaatkan gratifikasi.

Bagi yang menekuni hobi sebagai pelicin karir, kepuasannya terletak pada kenaikan jenjang karir. Bisa jadi, mereka tidak mencintai sama sekali. Itu hanyalah tuntutan pekerjaan saja.

Bekerja dan bermain tiada beda. Jika telah berhenti bekerja, berhenti pula hobinya. Mengenali hobi asli yang membahagiakan diri pun menjadi kendala tersendiri.

Bekerja menentukan martabat. Hobi pribadi berpengaruh pada kepuasan batin.

Jika hobi asli sudah ditemukan jauh hari sebelum berhenti bekerja, seolah tidak ada ketakutan untuk pensiun. Bisa jadi, memasuki masa pensiun justru memberi keleluasaan penuh untuk menekuni hobi yang bersifat spesifik dengan asyik.

Kegairahan pun meningkat. Hidup menjadi semakin penuh harkat.

Kedudukan masa lalu, bisa jadi terlalu memanjakan pekerjaan tinimbang hobi. Memang terasa lebih nyaman, tapi memenjarakan.

Meninggalkan zona nyaman, rasanya seperti ketemu akhir pekan. Mencari kesibukan yang nilainya setara dengan bekerja, sungguh susah nian. Nanti kalau tiba saatnya akan pensiun, persepsi berakhir pekan akan lebih terasakan. Diberi kebebasan, tapi malah bingung mencari hal-hal yang menyenangkan.

Transformasi yang bermuatan citra diri yang asli sungguh menantang. Tidak semua kerutinan itu membahagiakan, karena akan cepat bosan. Tiadanya tantangan yang menggairahkan, semangat hidup akan tergerus pelan-pelan. Apalagi kalau tifak biasa berandragogi, belajar dari alam terkembang.

Hobi masih dianggap selingan. Jarang yang sadar bahwa dengan menekuninya akan mendapatkan imbalan berupa keuntungan mental. Mendayagunakan waktu  agar hidup tetap berkembang sebenarnya sangat bermutu.

Hobi memiliki persyaratan agar terjaga kemurniannya. Jika ditekuni, selalu tersedia celah agar berdaya guna dan berhasil guna. 

Nanti akan bertemu dengan berbagai jalan yang mengasyikan. Bukan karena disuruh orang, tetapi benar-benar didorong oleh gairah pribadi yang menyenangkan.

Seperti sungai, aliran air kehidupan sering tersumbat oleh rutinitas yang melelahkan. Walhasil, mengais situasi yang masih dimungkinkan mengalir, susahnya bukan main.

Pengalaman yang mengalir itulah yang memunculkan gairah. Seandainya hidup ini mampet tak ada aliran lagi, analoginya seperti got yang jadi sarang penyakit yang beraneka ragam.

Menjaga agar hidup masih memiliki aliran yang jernih, merupakan tantangan yang tiada habis.

Hidup di zona nyaman, tentu tidak bebas dari kebosanan. Apalagi kalau perilaku "glundhung semprong" masih menguntit. Menghadapi akhir minggu sakit, mau pensiun pun sakit. Percayalah, menekuni hobi pribadi yang mengalir itu lebih bergengsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun