Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berkemas Meninggalkan Cemas

30 September 2021   05:18 Diperbarui: 30 September 2021   05:28 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama dua tahun ini kita berteman cemas. Pandemi gurunya. Ia memberi materi pelajaran tentang manajemen kecemasan. Setiap saat diuji, siapa sejatinya yang masih kuat.

Bersyukurlah bagi yang berhasil lolos. Walau begitu, ujian kecemasan terus berlangsung. Perubahan tatanan sosial budaya pasti terjadi. Kita seolah belajar dari awal lagi.

Dampak kecemasan bisa saja menular. Jika yang ditiup ketakutan, yang tadinya mampu bertahan mungkin akan diruntuhkan .

Rasa cemas itu subjektif. Begitu pula ketegangan, ketakutan, kegugupan, dan kekhawatiran. Mereka masih hilir mudik hadir. Intensitasnya berubah-ubah. Apalagi untuk mereka yang masih saja bersikap gegabah.

Pengalaman lalu menunjukan adanya efek domino. Korban berjatuhan satu deret, dimungkinkan karena penularan efek kecemasan. Bagi yang beruntung lolos, tentu mampu mengungkapkan rasa cemas itu. Reaksi emosi memang tak terduga-duga datangnya.

Kecemasan atau anxiety mulai merebak, manakala merebak tafsir bahwa kategorisasi zona itu menetap tak berubah. Apalagi jika penerapan protokol kesehatannya terlalu amat ketat. Kadar reaksi kecemasannya pun ikut-ikutan meledak.

Lalu rangsangan stres eksternal itu mulai berubah fungsi sebagai pemicu serius. Ini berlaku bagi yang percaya mau pun yang tidak percaya. Virus tidak berperasaan seperti manusia.

Bagi individu yang terlatih, pada umumnya masih mampu mengembangkan respon positif, tidak cenderung destruktif. 

Intensitas dampak orang per orang berbeda-beda. Dibutuhkan manuver intra-fisik dalam hal ini. Ini diperlukan agar memengaruhi intensitas reaksi kecemasan sehingga cepat beradaptasi dengan situasi yang terbarukan.

Sekuat apa pun, setiap individu itu mempunyai bakat cemas. Bagi yang berkadar tinggi,  pesimisme akan berkembang tidak karuan. Apa pun yang berlebih-lebihan memang tidak disarankan.

Pandemi itu pemicu cemas berlebih-lebihan. Jika ini dikembangkan kelewat batas, suatu saat yang dipanen adalah tergerusnya rasa percaya diri, dan tidak mampu lagi  menghargai eksistensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun