Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Citra

24 Agustus 2021   04:07 Diperbarui: 24 Agustus 2021   04:09 1201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Citra itu berhubungan dengan pembayangan atau penggambaran. Di sini imajinasi lebih dominan, agar apa yang diimpikan seolah menjadi kenyataan.

Cerita tentang citra di kehidupan nyata lebih condong  sebagai bayang-bayang, angan-angan, bahkan khayalan.

Cerita citra ada di mana-mana. Di kehidupan rumah tangga, hingga seputar politik bernegara. Sebagai sebuah citra, para pelakunya menganggap bahwa itu benar adanya.

Khayalan sering dimirip-miripkan dengan daya pikir. Tetapi yang melatarbelakangi lebih dominan angan-angan. Dengan demikian, sudah bukan kemurnian yang benar-benar mampu menggambarksn realitas suatu keadaan itu.

Dalam khasanah Jawa, orientasi tindakan manusia sering diarahkan untuk maksud "ben diarani". Ini mirip dengan pencitraan  "Gedhe-gedhening butuh manungsa saben dinane, mung  supaya diarani utawa ora diarani".

Pencitraan diri senantiasa menghiasi dalam berperilaku sehari-hari.

Apakah ini termasuk credo ? Tampak luar, terkesan dimirip-miripkan. Lain ceritanya jika sudah cenderung mengarah jadi pandangan hidup. Karena sejatinya credo berarti "aku percaya".

Bisa saja dimaksudkan aku percaya bahwa pencitraan itu penting sebagai tujuan hidup. Seperti halnya individu mengedepankan percaya lebih dahulu, kemudian mengikuti yang menjadi kemauan sebenarnya.

Peribahasa pun menggambarkan tentang akibat yang bersentuhan dengan dampak terhadap kepercayaan semu itu. Misalnya : "Percaya pada anak, buta mata sebelah. Percaya pada orang lain, buta mata keduanya".

Di balik upaya pencitraan, sejatinya yang ingin diraih adalah  predikat menjadi orang kepercayaan. Tetapi jika hanya diupayakan dengan sederet tindakan yang bertentangan atau paradoksal, maka  hal itu cenderung hanya sebagai taktik yang bertolak belakang. 

Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang lain tidak akan percaya lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun