Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hakikat Pernikahan

26 Juli 2021   06:34 Diperbarui: 26 Juli 2021   06:39 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berburu hakikat, bisa melalui pengalaman pernikahan. Dalam budaya Jawa misalnya, dibungkus dengan perlambang. Komplit, menggambarkan rasa bahagia ketika cinta mampu mengikat komitmen. Tadinya dua, lalu menjadi satu.

Sebelum pandemi, masih dapat ditemui gelaran upacara adat yang komplit. Acaranya padat berisi dan bergizi. Malah sering lebih menampakkan gengsi dari pemangku hajat.

Karena keadaan yang tidak memungkinkan, upacara adat saat ini dapat diringkas menjadi doa yang padat.

Di ujung awal, pernikahan itu dicitrakan sebagai kebahagiaan langgeng. 

Ketika dijalani sehari-hari berdua, kebahagiaan tidak mesti berupa senang. Walau rasa bahagia di kala tidak senang, sering dikategorikan sebagai penderitaan.

Dalam perjalanan hampir tiba di ujung akhir, malah timbul pertanyaan : "Di manakah letak hakikat pernikahan. Di awal atau justru di akhir perjalanan ?"

Misteri pasti hadir ketika akan menjawab pertanyaan ini. Kebanyakan dari kita menjawab, bahwa letak kebahagiannya justru di awal.

Latar belakang jawabannya mungkin didasari oleh sensasi senang. Awal pernikahan penuh pengalaman baru. Misal : menunggu kelahiran anak pertama, dan meniti karir gemilang. Khasanah tersebut melekat lama sekali.

Ketika semua pengalaman manis getir telah dilalui, sampailah sudah di ujung akhir yang ternyata tidak selalu berarti menua bersama.

Hakikat pernikahan di ujung perjalanan, kebanyakan tidak dimaknai seperti ketika di ujung awal dulu. Mungkin hal ini karena masih dijalani, dan belum menemukan pengalaman bermuatan cinta sejati lagi.

Pernikahan yang diikat oleh semangat cinta sejati, pasti berawal dan berakhir. Dari hulu, akhirnya mesti ke hilir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun