Di mata Kartini, adat ternyata mengekang emansipasi. Namun di saat menjelang pernikahannya, pendapat itu mulai berubah. Ia menganggap pernikahan akan membawa keberuntungan tersendiri dalam kehidupan rumah tangga wanita.
Beberapa opini mengatakan melihat sisi pandang transedental yang muncul ke permukaan. Ini merupakan pengayaan dari masalah emansipasi yang ia pandang sebagai pembebasan, pemberian kemerdekaan, serta persamaan hak antara laki-laki dengan perempuan.
Kartini meninggal dunia beberapa hari setelah melahirkan. Usianya masih muda sekali, menurut kriteria saat ini. Pola pikirnya masih cenderung putih, namun bertenaga. Matahari tak menyilaukannya, licin tak menggelincirkannya.
Di usia semuda itu, ia mampu menulis tentang : ketuhanan, kebijaksanaan, keindahan, kemanusiaan, dan kecintaan terhadap tanah air.
Penggerak utama dari pemikirannya didorong oleh keberanian berpikir berbeda, serta perlawanan terhadap ketakutan.
Ketakutan yang berlebihan tidak akan pernah berhasil dalam menyampaikan maksud apa pun. Kata peribahasa : "Orang penggamang mati jatuh, orang pendingin mati hanyut".