Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terebus Perubahan

25 Maret 2021   10:27 Diperbarui: 25 Maret 2021   10:47 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Analogi itu perlu. Fabel juga perlu. Dongeng perumpamaan itu sebenarnya dibuat oleh manusia, untuk manusia. Kemudian lahirlah : hikayat Kalilah dan Dimnah, Makrifat Burung Surga, Kancil Nyolong Timun, Who Moved My Cheese, dan sebagainya. 

Fabel, cerita tentang peri kebinatangan, mengambil tokoh tikus, bagaimana caranya menyisaati perubahan besar, seperti masa pandemi ini.

"Who moved my cheese ? " karya Spencer Johnson MD dimaksudkan bisa juga untuk bersiap menghadapi itu.

Perubahan, di mata tikus pengendus adalah kesempatan yang sangat berharga untuk menafsirkan tanda-tanda tentang hal terburuk yang akan terjadi.

Di benak tikus pelacak, tanda-tanda itu diurut hingga ke sumber pokok, apakah benar cadangan keju sudah hampir habis.

Tetapi usaha tikus pengendus dan tikus pelacak, dipandang tidak berguna. "Sudahlah nrima ing pandum" saja. Makanan itu pasti akan tersedia, seperti biasanya. Tikus yang merasa sudah nyaman, memandang kelompok tikus yang gelisah, tidak pandai bersyukur.

Ketika keju benar-benar habis, barulah ada tanda-tanda untuk berubah. Ada yang beradaptasi secara cepat, ada pula yang mbegegek pasrah tidak berikhtiar sama sekali. Yang terjadi, terjadilah.

Berubah itu sulit. Para penganut paham rutinitas selalu tidak siap menghadapi segala bentuk perubahan. Berubah itu sakit.

Contoh klasik tentang hal tersebut di atas adalah katak yang terbiasa dipeluk kehangatan air di bak percobaan. Begitu hangatnya disetel pelan-pelan ke suhu yang lebih panas, masih saja hilang kepekaan. Ketika mati terebus, ia hanya dikenang sebagai katak yang bernasib malang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun