Menjadi orang baik, punya risiko tersendiri. Mereka menjadi sasaran empuk bagi mereka yang lihai berculas-culas. "Bonus homo semper tiro". Orang baik itu sering mudah tertipu.
Kecurangan, ketidak jujuran, dan kepalsuan adalah modal dasar untuk menipu orang baik. "Lakumu keji, hatimu culas".
Sengkuni adalah lambang keculasan dalam cerita wayang. Strateginya komplit plit. "On the sky ?" , dengan mencuci otak sehingga pola berpikir mudah diisi semau gue. "On the table ?", berdiplomasi di meja perundingan plus kelicikan. "On the street ?", mengerahkan pasukan nasi bungkus dalam episode rampogan. "Underground ?", kasak-kusuk dalam operasi penuh kesenyapan.
Seandainya saat ini Sengkuni menjadi deklarator partai baru, tentu akan menyeleksi nama yang menjanjikan ke depan. Tidak mungkin, ia menerima usulan nama "Partai Bagong". Minimal dipilih nama yang ada kata : Karya, atau Keadilan, atau Pembangunan, atau terserahlah.
Kelompok pecinta keculasan mudah ditebak ketika hanya diam, apalagi berbicara. "Aku sedang tidak memperdayai langit, atau orang di luar diriku, maupun kepada relung hatiku sendiri". Tapi dalam diamnya tak henti ia merancang skenario keculasan. Ini sudah menjadi ciri yang terbawa hingga mati. Milik atau sifat adalah proprius, yang di mata penyandangnya sangat pantas dilakukan, karena hal itu bersifat relatif.
Berculas-culas itu mengasah kecerdikan, kecurangan, dan kelicikan. "Aku tak segan berperilaku lunyu, bila sedang mengasah seni kelicinan, untuk menaklukkan kamu ".